Saham Teknologi Dilego Lagi, Kontrak Futures Dow dkk Melemah

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
12 May 2021 18:58
Final numbers for the Dow Jones industrial average are displayed after the close of trading on the floor of the New York Stock Exchange (NYSE) in Manhattan in New York, U.S., October 11, 2018. REUTERS/Brendan McDermid
Foto: Dow Jones (REUTERS/Brendan McDermid)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) melanjutkan pelemahan pada perdagangan Rabu (12/5/2021), menyusul berlanjutnya aksi jual besar-besaran terhadap saham teknologi.

Kontrak futures indeks Dow Jones Industrial Average anjlok lebih dari 111 poin dari nilai wajarnya. Kontrak serupa indeks S&P 500 dan Nasdaq juga tertekan, masing-masing sebesar 0,4% dan 0,6%.

Saham-saham raksasa teknologi yang sudah terkena aksi jual sepanjang bulan ini, kembali dilego berjamaah di sesi pra-pembukaan. Saham Alphabet (induk usaha Google), Microsoft, Netflix, Facebook, Apple hingga produsen piranti lunak Nvidia dan AMD kompak anjlok.

Koreksi saham teknologi kemarin sempat membuat indeks Nasdaq terbanting hingga 2% sebelum berakhir flat. Indeks saham unggulan (bluechip) yakni Dow Jones ambles hingga 450 poin, menjadi koreksi terburuk sejak Februari. Sementara itu, indeks S&P 500 melemah 0,9%.

Reksa dana yang bisa diperdagangkan (exchange traded fund/ETF) Technology Select Sector SPDR terbanting hingga lebih dari 1% pekan ini dan 3% sepanjang bulan ini, karena investor mengkaji ulang valuasi saham teknologi yang terhitung sudah mahal tersebut.

Namun, berbeda dari posisi perdagangan sepanjang dua hari pertama pekan ini, saham siklikal-yang bakal diuntungkan ketika ekonomi dibuka kembali, justru ikutan melemah. Saham kapal pesiar Carnival Corp, produsen pesawat Boeing dan maskapai United Airlines melemah.

Kekhawatiran inflasi masih membayangi benak pasar. Data inflasi di AS diprediksi bakal lebih buruk, dengan naik 0,2% secara bulanan dan 3,6% secara tahunan menurut poling Dow Jones. Ini bakal menjadi kenaikan yang terbesar sejak September 2011.

Sementara itu, inflasi inti-yang mencerminkan daya beli masyarakat karena mengecualikan komoditas yang harganya diatur pemerintah-diprediksi menguat 0,3% pada April dan 2,3% dalam 12 bulan terakhir. Terakhir, inflasi Maret tercatat sebesar 0,6% (bulanan) dan 2,6% (secara tahunan) pada Maret.

"Sepertinya ada sedikit kekhawatiran mengenai inflasi saat ini dan telah tercatat sebagai katalis utama pelemahan di bursa global akhir-akhir ini," tutur Brian Price, Kepala Manajemen Investasi Commonwealth Financial Network, sebagaimana dikutip CNBC International.

Pelaku pasar khawatir kenaikan inflasi bisa memaksa bank sentral menaikkan suku bunga acuan dan memperketat kebijakan moneter. Mereka mulai menyangsikan pernyataan bos bank sentral AS Jerome Powell yang jauh-jauh hari menyatakan bahwa kenaikan inflasi sifatnya hanya sesaat.

Pada Selasa kemarin, Indeks Volatilitas CBOE-yang dianggap mencerminkan tingkat kecemasan pasar karena mengacu pada pasar derivatif (kontrak opsi) indeks S&P 500, melompat ke level 23,73 atau tertinggi dalam 2 bulan terakhir. Pada Rabu dini hati waktu setempat, indeks ini terus melanjutkan peningkatan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kebijakan Pajak Biden Perberat Pergerakan Dow Futures dkk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular