
Ngikut Wall Street Merah, Bursa Asia Dibuka Berjatuhan

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia mayoritas dibuka melemah pada perdagangan Selasa (11/5/2021), menyusul aksi jual saham-saham teknologi yang membebani indeks saham utama Amerika Serikat (AS) semalam.
Tercatat indeks Nikkei Jepang dibuka merosot 0,94%, Hang Seng Hong Kong ambles 1,54%, Shanghai Composite China melemah 0,73%, STI Singapura terkoreksi 0,63%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,7%.
Data inflasi China periode April 2021 akan menjadi pantauan investor di Asia hari ini. Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan indeks harga konsumen China naik 1% dari Maret 2021 (month-on-month/MoM), sementara secara tahunan (year-on-year/YoY), IHK China diprediksi akan meningkat 0,4% dari Maret tahun lalu.
China juga diharapkan merilis hasil sensus penduduk sekali dalam satu dekade.
Sementara itu di kawasan Asia Tenggara, Malaysia dan Filipina dijadwalkan akan merilis data pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun 2021.
Analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan ekonomi Malaysia pada Q1-2021 akan kembali menyusut 2% (YoY) dibandingkan dengan Q1-2020 dan ekonomi Filipina juga masih akan berkontraksi 3% pada periode yang sama.
Sementara itu dari AS, pelemahan saham-saham teknologi turut memperberat kinerja indeks saham utama di bursa Wall Street, selain karena sikap dari investor yang sedikit kecewa dengan data ketenagakerjaan AS periode April 2021 yang dirilis pada Jumat (7/5/2021) akhir pekan lalu.
Beralih ke AS, bursa saham New York (Wall Street) ditutup berjatuhan pada perdagangan Senin (10/5/2021) waktu setempat.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,1% ke level 34.742,82, S&P 500 merosot 1,04% ke 4.188,43, dan Nasdaq Composite anjlok 2,55%ke posisi 13.401,86.
Saham teknologi kembali dilepas oleh investor dan menjadi pemberat indeks Nasdaq pada hari ini, di mana saham Microsoft dan Apple merosot 2% dan saham Tesla ambruk hingga 6%.
Berikutnya Facebook turun lebih dari 4%, sementara Amazon dan Netflix turun lebih dari 3%. Alphabet turun lebih dari 2% setelah penurunan versi oleh Citigroup.
Pemicu lainnya adalah data tenaga kerja April yang jauh lebih lemah dari ekspektasi, dengan hanya 266.000 gaji baru atau jauh dari ekspektasi dalam polling Dow Jones yang memperkirakan 1 juta slip gaji baru. Pasar pun bertaruh bahwa kebijakan moneter ekstra longgar bakal dipertahankan.
Mike Wilson, Kepala Perencana Saham Morgan Stanley, menilai pelaku pasar sudah memfaktorkan pembukaan ekonomi di tengah penurunan kasus Covid-19 dalam reli kemarin. Kabar apapun yang membalikkan ekspektasi itu akan memukul pasar saham.
"Kita melihat pertarungan antara ekspektasi dan realitas di mana pasar sekarang memfaktorkan pembukaan ekonomi. Berdasarkan basis kumulatif, penjualan ritel sudah melampaui angka sebelum adanya Covid-19," tulis Wilson seperti dikutip CNBC International.
Pelaku pasar akan memantau rilis data inflasi. Investor khawatir bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bakal dipaksa untuk mengubah kebijakan uang longgarnya menjadi lebih ketat, demi mengendalikan inflasi yang bisa membahayakan pemulihan ekonomi nanti.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
