Dekati Kesepakatan, PTBA Segera Garap Proyek Gasifikasi

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sedang mempersiapkan segala persyaratan untuk memulai pengerjaan proyek gasifikasi batu bara yakni mengubah batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) yang masuk ke dalam salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).
Direktur Utama PTBA Suryo Eko Hadianto mengungkapkan saat ini proses studi kelayakan untuk proyek ini sudah rampung dan tengah dilakukan negosiasi mengenai biaya-biaya prosesnya. Menurutnya saat ini negosiasi sudah mendekati kesepakatan dengan partner kerjasama, sehingga proyek bisa segera dimulai.
"Sepertinya sudah mau deal, mudah-mudahan di kuartal II-2021 bisa deal semuanya. Yang lebih menggembirakan lagi adalah dukungan dari pemerintah 100%, sehingga kami sebagai manajemen bisa masuk ke bisnis tersebut dengan aman," kata Suryo dalam Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia belum lama ini.
Proyek ini pun nantinya akan meningkatkan pendapatan perusahaan dari peningkatan penyerapan batu bara 6 juta ton per tahun. Adapun proyek gasifikasi tersebut diperkirakan baru bisa beroperasi pada empat tahun mendatang. Dia memperkirakan sebanyak 6 juta ton batu bara per tahun dibutuhkan untuk menghasilkan 1,8 juta ton DME per tahun dan bisa menggantikan LPG sekitar 1 juta ton per tahun.
"DME menciptakan captive market batu bara, jadi produksi batu bara PTBA 6 juta ton per tahun hanya bisa untuk support DME. Belum lagi keuntungan yang didapatkan dari jualan DME," tambahnya.
Suryo menegaskan untuk proyek hilirisasi menjadi DME ini, PTBA telah memiliki mitra yang sudah berpengalaman. Dia mengungkapkan dalam hilirisasi ini harus benar-benar memilih mitra yang menguasai teknologi gasifikasi.
"Kami sudah memiliki mitra yang sudah pengalaman, jangan salah bermitra. Kami juga harus cari mitra yang bagus dan benar-benar menguasai teknologi DME, dan ini akan menjadi portofolio Bukit Asam. Tidak hanya menjual batu bara tapi mulai masuk jualan produk turunannya, itulah hilirisasinya," katanya.
Menanggapi pendapat bahwa teknologi gasifikasi mahal, menurutnya hal tersebut menjadi bagian dari transformasi bisnis. Dibutuhkan waktu untuk diterima oleh masyarakat, dan butuh biaya teknologi ketika di awal penerapannya.
"Tapi ini akan menjadi milik kita sendiri, dijual dan digunakan di Indonesia jadi tidak ada biaya yang keluar. Tetapi lebih baik keluar uang untuk kepentingan dalam negeri, daripada ke luar karena harus beli impor. Jadi secara filosofi uangnya beputar di dalam jadi hanya biaya di Indonesia," kata Suryo.
Selama ini permasalahan perusahaan batu bara biasanya pada fluktuasi harga batu bara, yang langsung berdampak pada penurunan pendapatan dan laba. Jika PTBA melakukan hilirisasi dengan gasifikasi, maka produk turunan yakni dimethyl ether (DME) akan lebih stabil karena akan diatur.
"Harganya relatif stabil kalau ada fluktuasi harga batu bara yang terpengaruh, jualan DME-nya tidak terpengaruh ini membuat bisnis lebih stabil dan aman ke depannya," ujar dia.
Sebelumnya, pada kesepakatan yang dilakukan pada 10 Desember 2020 antara perusahaan dengan PT Pertamina (Persero) dan Air Products untuk berkomitmen mengembangkan proyek DME ini. Masing-masing perusahaan memiliki peran, antara lain PTBA untuk penyediaan infrastruktur dan lahan, serta pasokan batu bara, kemudian Air Products akan berinvestasi untuk pembangunan proyek ini. Pertamina akan membeli produk yang dihasilkan, untuk substitusi impor LPG
[Gambas:Video CNBC]
PTBA HUT ke-40, Erick Dukung Transformasi Bisnis & Hilirisasi
(rah/rah)