
Sebelum Libur Lebaran, Rupiah Bisa ke Rp 14.000-an/US$?

Jakarta, CNBC Indonesia --. Peluang rupiah melanjutkan penguatan di pekan ini terbuka cukup lebar, meski perdagangan berlangsung singkat sebab ada libur Hari Raya Idul Fitri.
Melansir data Refinitiv, sepanjang pekan lalu rupiah menguat sebesar 1,11% ke Rp 14.280/US$, level tersebut merupakan yang terkuat sejak 4 Maret lalu. Sementara 2 pekan sebelumnya, masing-masing menguat 0,55% dan 0,27%.
Rupiah mampu terus menguat meski pelaku pasar masih mengambil posisi jual rupiah, yang terlihat dari survei 2 mingguan Reuters.
Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.
Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.
Dari 10 mata uang Asia yang disurvei Reuters, pelaku pasar mengambil posisi short terhadap 3 mata uang saja. Selain rupiah ada rupee India, serta bath Thailand. Posisi tersebut masih sama dengan survei 2 pekan lalu, meski short rupiah dan baht semakin menurun, sementara rupee justru meningkat.
Survei terbaru yang dirilis Kamis (6/5/2021) menunjukkan angka untuk rupiah di 0,31, membaik ketimbang 2 pekan lalu 0,56. Kemudian baht Thailand sedikit membaik dari 0,58 ke 0,50. Rupee India memburuk, dari 0,75 yang merupakan posisi jual rupee tertinggi dalam 1 tahun, kini semakin naik menjadi di 0,86.
Investor mengambil posisi jual rupee yang sangat signifikan. Hal tersebut terjadi akibat meledaknya kasus penyakit virus corona (Covid-19) di India.
Sementara itu 7 mata uang utama Asia lainnya angkanya sudah negatif. Artinya pelaku pasar mengambil posisi beli terhadap mata uang tersebut.
Rupiah bisa jadi akan segera menyusul mayoritas mata uang Asia lainnya, sebab perlahan mulai mendapat tenaga untuk menguat.
Di bulan Maret lalu, capital outflow di pasar obligasi Indonesia sekitar Rp 20 triliun yang membuat rupiah tertekan. Tetapi memasuki bulan April kondisinya berbalik, pasar obligasi Indonesia kembali menarik setelah yield obligasi (Treasury) AS perlahan menurun. Di pasar sekunder, kepemilikan obligasi oleh investor asing menunjukkan peningkatan.
Melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki asing tercatat senilai Rp 964,6 triliun di akhir April, terjadi capital inflow Rp 13,2 triliun dibandingkan posisi akhir Maret.
Sementara pada periode 1 sampai 4 Mei capital inflow tercatat Rp 1,16 triliun.
Di pasar primer pun lelang obligasi yang dilakukan pemerintah sukses menarik minat investor, dilihat dari nilai penawaran masuk yang mengalami peningkatan, serta yang dimenangkan pemerintah sesuai dengan target indikatif.
Di sisi lain, dolar AS sedang mengalami tekanan setelah rilis data tenaga kerja AS Jumat lalu yang menunjukkan kenaikan tingkat pengangguran.
Hal tersebut memperkuat sikap bank sentral AS (The Fed) yang tidak akan merubah kebijakan ultra-longgar dalam waktu dekat, yang tentunya memberikan tekanan bagi the greenback.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> MA 100 Jadi Kunci Pergerakan Rupiah
