Harga Tembaga To the Moon, RI Bisa Kecipratan Untung nih

Tirta, CNBC Indonesia
07 May 2021 17:35
Tambang legendaris Grasberg milik PT Freeport Indonesia yang berlokasi di Papua akan habis dan ditutup pada pertengahan tahun ini. Sebagai penggantinya, produksi emas, perak, dan tembaga Freeport akan mengandalkan tambang bawah tanah.

Tambang bawah tanah ini lokasinya persis di bawah Grasberg. Penambangan bawah tanah menggunakan metode block caving, yang merupakan cara penambangan bawah tanah dengan efisiensi sumberdaya yang tinggi untuk melakukan penambangan, di mana blok-blok besar bijih di bawah tanah dipotong dari bawah sehingga bijih tersebut runtuh akibat gaya beratnya sendiri.

Tambang bawah tanah ini sudah direncakan sejak 2004 dan terus dikembangkan hingga sekarang. Ada dua blok tambang bawah tanah Freeport yang jadi andalan saat ini, yaitu Deep Ore Zone (DOZ) dan Big Gossan. Saat ini tengah dikembangkan juga blok bernama Deeep Mill Level Zone (DMLZ).

Di dalam tambang ini, terbangun jalan sepanjang 650 kilometer (km), yang berarti panjangnya lebih dari jarak Jakarta ke Yogyakarta. Jalan di dalam tambang bawah tanah ini akan terus dibangun hingga 1.000 km atau seperti Jakarta ke Surabaya.

Data terakhir produksi rata-rata dari tambang bawah tanah ini adalah 80.000 ton ore (bijih tambang) per hari.

Sampai dengan 2019, Freeport telah mengeluarkan investasi hingga US$ 16 miliar atau dengan kurs, saat ini sekitar Rp 224 triliun untuk pengembangan tambang bawah tanah yang akan menjadi andalan mereka. Ke depan, Freeport yang saat ini 51% sahamnya dimiliki oleh PT Indonesia Alumunium (Inalum) akan mengucurkan lagi investasi hingga US$ 15 miliar atau sekitar Rp 210 triliun untuk tambang bawah tanah tersebut.  (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
Foto: Tambang Emas Bawah Tanah Terbesar Milik Freeport (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga tembaga kembali meroket. Kini harga satu ton tembaga di pasar spot menyentuh US$ 10.000 di London Metal Exchange (LME). Adanya prospek perekonomian yang lebih baik dan tren perkembangan ekonomi ke arah yang berkelanjutan membuat permintaan logam dasar ini meningkat. 

Sepanjang tahun 2021, harga tembaga sudah naik 30% sendiri. Tren kenaikan harga tembaga dipicu oleh pelemahan dolar AS dan juga permintaan China yang kuat. Pada hari Jumat ini, harga tembaga sudah mencapai US$ 10.200/ton dan merupakan level tertinggi dalam 10 tahun terakhir. 

Seiring dengan pemulihan ekonomi yang lebih luas, permintaan tembaga juga didorong oleh peran vitalnya di sejumlah sektor industri yang berkembang pesat, seperti baterai kendaraan listrik dan kabel semikonduktor.

David Neuhauser, pendiri dan Managing Director Lembaga Hedge Fund AS Livermore Partners, mengatakan kepada CNBC International pada hari Rabu bahwa logam ini memperoleh keuntungan dari melemahnya dolar dan peningkatan pembangunan infrastruktur hijau.

Tembaga tetap menjadi komoditas favorit Livermore saat ini, kata Neuhauser. "Saya pikir tembaga adalah minyak baru dan saya pikir tembaga untuk lima sampai 10 tahun ke depan, akan terlihat luar biasa dengan potensi harga mencapai US$ 20.000 per metrik ton," kata Neuhauser, dikutip dari CNBC International.

"Kami pikir ada beberapa perusahaan kecil yang sangat solid yang memiliki potensi produksi besar-besaran, dan valuasinya menarik, dan Livermore dapat menghasilkan laba atas investasi yang besar," pungkasnya.

Analis komoditas HSBC menyoroti bahwa permintaan tembaga didukung oleh investasi dalam elektrifikasi karena strategi pengurangan emisi semakin didukung oleh para pembuat kebijakan.

Setidaknya itulah yang terjadi di sektor riil. Namun kenaikan harga tembaga juga dipicu oleh adanya ekspektasi kenaikan inflasi yang tinggi. Ketika bank sentral pangkas suku bunga secara agresif dan injeksi likuiditas secara besar-besaran ditambah dengan pemerintah tebar stimulus maka pasokan uang beredar menjadi meningkat. 

Seiring dengan gencarnya vaksinasi masal di berbagai negara terutama high income countries, pembukaan kembali ekonomu membuat roda perekonomian 'muter'. Uang menjadi semakin cepat berpindah tangan dan terdepresiasi nilainya terhadap barang dan jasa. 

Inflasi yang tinggi mencerminkan daya beli dari suatu nilai tukar melemah. Hal ini akan menggerus kekayaan seseorang. Untuk menghindari hal tersebut maka investor dan spekulan biasanya mencari aset yang bisa dijadikan store of wealth. 

Salah satu ciri store of wealth adalah pasokannya yang cenderung stabil. Di satu sisi pasokan tembaga yang stabil di tengah kenaikan permintaan membuat stok menipis dan harga naik. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh para spekulan untuk pasang posisi buy (long) pada kontrak berjangka tembaga berharap mendapatkan keuntungan dari volatilitas harga. 

Terlepas dari itu semua kenaikan harga tembaga global juga membuat harga tembaga acuan RI terkerek naik. Jika pada Januari lalu data Kementerian ESDM mencatat harga tembaga acuan masih di US$ 7.607,31/ton, harga naik menjadi US$ 8.994,97/ton di bulan Mei.

Tren kenaikan harga dan permintaan tembaga global terutama untuk industri mobil listrik dan industri lain yang dinilai lebih sustainable menguntungkan RI yang selama ini menjadi salah satu eksportir tembaga. Apalagi hubungan dagang RI dan China termasuk erat. Ini akan berakibat pada peningkatan ekspor Indonesia di 2021.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Logam Dunia Rontok!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular