
Lagi dan Lagi, IHSG Balik Arah dan Berakhir di Zona Merah

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengulang pola kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik ke zona negatif pada penutupan perdagangan Jumat (7/5/2021), masih dibayangi kekhawatiran seputar perkembangan kasus Covid-19 dan hilangnya momentum Lebaran.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG berakhir di 5.928,309 atau drop 41,9 poin (-0,7%). Nilai transaksi tercatat hanya Rp 8,7 triliun dengan 14 miliaran saham berpindah tangan 970.000-an kali. Sebanyak 164 saham naik, 308 melemah dan 161 sisanya stagnan. Investor asing mencetak pembelian bersih (net buy) Rp 75,1 miliar di pasar reguler.
Saham yang diburu terutama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dengan nilai masing-masing sebesar Rp 72,3 miliar dan Rp 59,5 miliar. Saham ANTM flat pada level Rp 2.620/unit, sedangkan INCO menguat 2,8% menjadi Rp 5.100/unit.
Sebaliknya, aksi jual asing menimpa saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) senilai Rp 61,1 miliar dan PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) sebesar Rp 44,8 miliar. Kedua saham tersebut bergerak terkoreksi masing-masing sebesar 1,5% dan 3,7% menjadi Rp 4.050/unit dan Rp 905/saham.
Pasar nasional masih didera kekhawatiran seputar penyebaran virus Covid-19 dari India, yang dikabarkan telah memicu penghentian aktivitas publik (lockdown) di Malaysia dan pengetatan aktivitas di Singapura.
Beberapa laporan juga menyebutkan warga negara India telah masuk ke Indonesia, baik dengan pesawat udara maupun laut. Detik.com melaporkan kapal yang bersandar dari India di Riau diketahui dikemudikan oleh kapten dan awak kapal yang positif mengidap Covid-19.
Di sisi lain, pelaku pasar masih mencermati adanya ekspektasi mulai adanya pengetatan kebijakan moneter dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), sebagaimana diserukan oleh Menteri Keuangan Janet Yellen.
Kebijakan moneter ketat, berupa kenaikan suku bunga acuan dan pengurangan kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE) berpeluang besar memicu capital outflow yang akan menekan aset keuangan dalam negeri mulai dari saham, obligasi hingga nilai tukar rupiah.
Kekhawatiran tersebut meningkat setelah Yellen menilai bahwa suku bunga acuan seharusnya dinaikkan untuk mencegah ekonomi AS kepanasan. "Ini bukan sesuatu hal yang saya prediksikan atau rekomendasikan," tuturnya.
Bank sentral AS juga mulai menjajaki peluang tersebut seperti yang disebutkan oleh Vice Chairman The Fed Richard Clarida kepada CNBC International, yang menyebutkan bahwa perlu ada kemajuan tambahan selain pembaikan angka tenaga kerja di AS, dan kemudian bank sentral akan mengurangi kebijakan moneter longgar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Sekalipun Cicipi Zona Merah, IHSG Naik 0,7% di Sesi I