Obligasi RI 'Seksi' Lagi, Cadangan Devisa Rekor Tertinggi!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 May 2021 12:31
Ilustrasi Mata Uang
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Rata-rata harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di bursa derivatif Malaysia melesat 8% di bulan Maret lalu. Kenaikan tersebut tentunya mengerek naik harga CPO dari Indonesia.

Pada awal April lalu, pemerintah menetapkan harga referensi CPO Indonesia untuk bulan April 2021 sebesar di US$ 1.093,83 per ton naik dibandingkan bulan sebelumnya US$ 1.036,22 per ton. Dengan kenaikan tersebut, Bea Keluar (BK) CPO di bulan lalu juga mengalami kenaikan menjadi US$ 115 per ton, naik tajam dibandingkan bulan sebelumnya US$ 93 per ton.

Selain itu pungutan ekspor untuk minyak nabati ini masuk dalam kelompok tarif di atas US$ 995 per ton, yakni sebesar US$ 255 per ton.

Kabar baiknya, untuk bulan Mei harga referensi CPO dinaikkan lagi menjadi US$ 1.110 per ton, dengan BK sebesar US$ 116 per ton dengan pungutan tetap US$ 225 per ton.
Komoditas ekspor lainnya, batu bara juga mengalami kenaikan harga. Rata-rata harga batu bara acuan Ice Newcastle melesat lebih dari 7% di bulan Maret dari sebelumnya. Alhasil harga batu bara acuan di dalam negeri ikut terkerek di bulan April.

Pemerintah menetapkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) April 2021 naik 2,61%, dari Maret 2021, menjadi US$ 86,68 per ton.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi, mengatakan memanasnya perang dagang Australia dan China berpengaruh terhadap sejumlah harga komoditas global termasuk batu bara.

Menurutnya tensi dagang tersebut berimbas positif karena naiknya permintaan batu bara Indonesia ke China.

"Ini menjadi pemicu utama Harga Batu Bara Acuan (HBA) bulan April naik US$ 2,21 per ton menjadi US$ 86,68 dari bulan Maret lalu," kata Agung dalam keterangan resminya, Selasa, (06/04/2021).

Untuk bulan Mei, Pemerintah kembali menaikkan HBA sebesar 3,5% menjadi US$ 89,74/ton.

Kenaikan harga referensi CPO dan batu bara di bulan Mei tersebut tentunya menjadi kabar bagus bagi devisa Indonesia.

Selain itu pasar obligasi Indonesia kembali dilirik investor asing, yang tentunya menambah pasokan devisa.

Dua bulan lalu terakhir, lelang obligasi Indonesia tidak pernah mencapai target indikatif, nilai penawaran yang masuk juga terus menurun. Pemerintah sampai harus mengadakan lelang tambahan (greenshoe option).

Namun pada akhir April lalu, situasinya mulai membaik. Lelang Surat Utang (SUN) pemerintah Selasa pekan lalu mulai ramai peminat. Incoming bid mencapai Rp 52,75 triliun, sedangkan pada lelang SUN sebelumnya sebesar Rp 42,97 triliun.

Pemerintah menetapkan target indikatif sebesar Rp 30 triliun dan yang dimenangkan sebesar Rp 28 triliun lebih baik dari lelang sebelumnya Rp 24 triliun.

Tren tersebut masih berlanjut di pekan ini. Lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang dilakukan Selasa (4/5/2021) juga menunjukkan hasil yang sama. Pemerintah menetapkan target indikatif Rp 10 triliun, dan penawaran yang dimasuk sebesar Rp 19 triliun, nyaris 2 kali lipat. Dari total penawaran yang masuk dimenangkan sebesar Rp 10 triliun, sesuai dengan target.

Sementara itu di pasar sekunder, kepemilikan obligasi oleh investor asing menunjukkan peningkatan. Melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki asing tercatat senilai Rp 964,6 triliun di akhir April, naik Rp 13,2 triliun dibandingkan posisi akhir Maret.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular