Asing Borong Saham Big Cap, IHSG Cuma Koreksi Tipis

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
06 May 2021 16:30
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia -Sempat dibuka dan diperdagangkan di zona hijau pada awal perdagangan sesi I Kamis (6/5/2021), namun selang satu jam setelah dibuka hingga penutupan pasar hari ini, IHSG pun melemah dan tak mampu kembali ke zona hijau serta terpaksa ditutup turun tipis 0,09% di level 5.970,24.

Data perdagangan mencatat sebanyak 222 saham naik, 269 saham turun, dan 163 lainnya flat. Nilai transaksi pada perdagangan hari ini kembali turun menjadi Rp 8,9 triliun. Namun, investor asing masih melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 322 miliar di pasar reguler.

Empat saham bank big caphari ini diborong oleh investor asing. Saham bank big cap tersebut yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).

Selain itu, asing juga tercatat memborong saham menara telekomunikasi, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan jumlahnya yang paling besar.

Adapun saham-saham yang diborong oleh investor asing pada perdagangan Kamis (6/5/2021) hari ini, adalah:

Asing memborong empat saham bank big cap turut menahan pelemahan IHSG pada hari ini, sehingga IHSG berakhir tak terlalu parah. Walaupun begitu, asing juga tercatat melepas beberapa saham, di antaranya adalah saham konsumer PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

Berikut saham-saham yang dilepas oleh asing pada hari ini.

Kemarin, IHSG berhasil melenggang ke garis finish dengan apresiasi 0,2%. Pelaku pasar merespons positif rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama tahun 2021 yang masih lebih baik dari berbagai ramalan.

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan pertumbuhan PDB di kuartal satu kemungkinan masih minus 0,87% (year-on-year/yoy). Namun data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan hal yang lain. Pertumbuhan ekonomi hanya mengalami kontraksi 0,74% (yoy).

Well, Indonesia memang masih resesi karena kontraksi PDB berlangsung selama empat kuartal beruntun. Sudah genap setahun ekonomi Indonesia terus menyusut.

Namun bukan berarti tidak ada kabar baik. Meski kontraksi masih terjadi, tetapi semakin lama kian landai. Pada kuartal II-2020, ekonomi Indonesia menciut lebih dari 5% yoy dan kuartal I-2021 tinggal di bawah 1% yoy.

"Dengan memperhatikan berbagai indikator yang membaik sampai April dan low base effect, kita harapkan ekonomi triwulan II akan tumbuh positif. Dengan catatan, vaksinasi lancar, masyarakat mematuhi protokol kesehatan, dan tumbuhkan keyakinan dunia usaha," kata Suhariyanto, Kepala BPS.

So, Indonesia boleh masih berkubang di 'lumpur' resesi. Namun pada kuartal II-2021 dan seterusnya, kemungkinan besar resesi sudah pergi dan ekonomi Indonesia bakal tumbuh tinggi.

Namun ada beberapa sentimen negatif yang hadir pada hari ini. Pertama adalah perkembangan pandemi virus corona (Covid-19).

Di Asia, seperti di India, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di Negeri Bollywood per 5 Mei 2021 adalah 20.665.148 orang, bertambah 382.315 dari hari sebelumnya. Penambahan pasien baru yang lebih dari 300.000 orang per hari sudah terjadi dalam 14 hari terakhir.

Di Jepang, situasinya juga lumayan mencekam. Per 5 Mei 2021, WHO mencatat jumlah pasien positif corona di Negeri Sakura adalah 612.360 orang. Bertambah 4.734 orang dari hari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir, rata-rata tambahan pasien positif adalah 5.062 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 3.709 orang per hari.

Dinamika pandemi di Malaysia pun patut diwaspadai. WHO melaporkan, jumlah pasien positif corona di Negeri Harimau Malaya per 5 Mei 2021 adalah 420.632, bertambah 3.120 orang dari hari sebelumnya.

Selama dua pekan terakhir, pasien positif rata-rata bertambah 2.940 orang setiap harinya. Lebih tinggi ketimbang rerata dua minggu sebelumnya yakni 1.867 orang per hari.

Di sisi lain, ekspektasi pengetatan kebijakan moneter dari bank sentral AS The Fed juga turut menjadi sentimen negatif pada hari ini. Mengutip CME FedWatch, peluang kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 0,25-0,5% pada akhir tahun ini adalah 11%.

Walau masih rendah tetapi lebih tinggi dari posisi seminggu lalu yaitu 9,8% dan sebulan sebelumnya yakni 8,5%. Kenaikan suku bunga acuan yang membuat hasrat mengoleksi US Treasury Bonds/Bills meningkat tentu diiringi dengan kenaikan permintaan dolar AS.

Hal ini tentu saja berpeluang besar untuk memicu terjadinya capital outflow yang akan menekan aset-aset keuangan dalam negeri mulai dari saham, obligasi hingga nilai tukar rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Lesu Lagi, Asing Borong BBCA-TLKM & Lepas BUKA-ISAT

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular