Dibuka Hijau, IHSG Rapuh tak Kuasa Longsor ke Zona Merah

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
30 April 2021 09:38
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan dibuka menguat pada perdagangan terakhir minggu ini, Jumat (30/4/2021). IHSG dibuka melesat ke 6.026,53. IHSG bergerak naik dan sempat tembus level 6.033,99.

Setelah itu IHSG bergerak dengan volatil. Penguatan IHSG menjadi terpangkas. Tiga puluh menit setelah jam perdagangan buka IHSG kembali jatuh ke zona koreksi. Pada 09.30 WIB, IHSG minus 0,09%. 

Tercatat sebanyak 181 saham menguat, 191 melemah dan sisanya 179 stagnan. Nilai transaksi mencapai hampir Rp 2 triliun. Asing kembali jualan kali ini. Net sell asing mencapai Rp 48 miliar. 

Duo saham BUMN big cap yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dilepas asing lebih dari Rp 20 miliar.

Dini hari tadi, bursa saham Amerika Serikat (AS) berakhir di zona hijau pada perdagangan Kamis (29/4/2021), menyusul kuatnya rilis kinerja dua raksasa teknologi AS yakni Apple dan Facebook.

Indeks Dow Jones Industrial Average melesat 240 poin (+0,71%) ke 34.060,36 pada penutupan perdagangan dan S&P 500 naik 28,3 poin (+0,68%) ke 4.211,47. Nasdaq menguat hanya 31,5 poin (+0,22%) ke 14.082,55. 

Meskipun bank sentral AS kini sudah menghapus risiko tapering. Namun ada risiko lain yang membayangi yaitu inflasi yang tinggi. 

Pada Februari lalu, angka PCE tumbuh sebesar 1,4% secara tahunan. Pertumbuhan tersebut lebih lambat dibandingkan laju Januari 2021 yang sebesar 1,5%. Namun, konsensus ekonom dan analis dalam polling Tradingeconomics memperkirakan angka PCE Maret akan berada di level 1,8% (tahunan).

Lonjakan angka PCE itu kian mendekati batas 2% yang secara historis menjadi acuan The Fed dalam menetapkan suku bunga. Sekalipun bank sentral telah menegaskan bahwa angka 2% bukan lagi harga mati dalam penentuan suku bunga acuan, tetapi logika pasar tentu berbeda. Inflasi 2% akan membuat yield 1,6% menjadi tidak masuk akal.

Jika angka PCE tersebut terkonfirmasi 1,8%, maka ada peluang kenaikan imbal hasil setidaknya di angka yang sama. Kenaikan imbal hasil membuka peluang lebih besar akan terjadinya penarikan modal investor global di pasar negara berkembang.

Selain itu perlu diwaspadai tren pembatasan aktivitas masyarakat (lockdown). Turki menyusul Jerman yang melakukan lockdown menyusul gelombang ketiga penyebaran virus. India sejauh ini menghadapi problem pandemi, dan mulai memperketat aktivitas masyarakat.

Jika lockdown kembali menjadi tren global, maka pemulihan ekonomi bakal terganggu. Bagi Indonesia, ini bakal menjadi kabar buruk. Dalam Asian Development Outlook 2021, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,5% atau lebih rendah dari proyeksi awal 5,3%.

Pemangkasan proyeksi terjadi lantaran pandemi secara global belum ada tanda berakhir, sementara Indonesia masih bergantung pada komoditas untuk bisa menggenjot pemasukan devisa hasil ekspor. Revisi proyeksi ADB itu terjadi setelah sebelumnya Bank Indonesia (BI) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, dari 4,8-5,8% menjadi 4,3-5,3%.


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top Banget! IHSG Tembus 6.200, Happy Cuan Jelang Weekend

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular