
Hore! Sektor Properti Mulai Bergairah, Simak Ini Buktinya
Jakarta, CNBC Indonesia - Industri sektor properti Indonesia tampaknya mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Kinerja perusahaan yang bergerak di sektor ini tampak mulai membaik dari laporan kinerja terakhir yang dipublikasikan.
Sektor properti dalam beberapa tahun terakhir mengalami tekanan yang cukup berat, ditambah lagi dengan pandemi covid-19 yang terjadi di kuartal I-2020 yang membuat banyak pengembang mengalami tekanan di kinerja keuangannya.
Salah satu yang tampak positif adalah laporan penjualan yang disampaikan anak usaha PT Ciputra Development Tbk (CRTA), PT Ciputra Residence yang tercatat tumbuh 600%. Selain itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), bank pembiayaan perumahan terbesar, juga melaporkan kinerja yang menggembirakan sepanjang triwulan I 2021.
Mulai menggeliatnya kembali penjualan properti ini didorong juga oleh berbagai gelontoran stimulus yang diberikan pemerintah di bidang properti, mulai dari DP 0% hingga insentif PPn (Pajak Pertambahan Nilai).
Stimulus yang berlaku sejak 1 Maret lalu tersebut dinilai efektif membangkitkan kembali minat masyarakat untuk membeli properti di tengah pandemi Covid-19.
Pada awal bulan ini, Marketing Director Ciputra Residence Yance Onggo mengatakan stimulus ini terbukti mampu meningkatkan minat pembelian rumah ready stock hingga 400-608% pada Maret 2021 di proyek yang dimiliki perusahaan, dibandingkan pada Januari dan Februari.
Dia menyebutkan penjualan di Citra Maja Rata melesat 608%, sementara di Citra Raya Tangerang melesai 400%.
"Ini membuktikan insentif yang diberikan pemerintah memberikan impact positif. Bukan hanya pada rumah ready stock, melainkan juga yang bukan ready stock. Paling tidak awareness masyarakat terhadap properti sudah meningkat lagi di 2021," kata Yance dalam BNI Investime Week, Selasa (06/04/2021).
Setelah berlakunya insentif tersebut, bukan hanya rumah yang kembali banjir permintaan, melainkan juga ruko dan apartemen yang sempat tertekan karena pandemi Covid-19. Kendati, menurut Yance, peningkatan permintaan apartemen dan ruko tidak semasif rumah tapak pada proyek township Ciputra Group.
"Setelah adanya insentif pemerintah itu, penjualan ruko juga terboosting. Bahkan apartemen juga bertumbuh walau mungkin pertumbuhan penjualan tidak sekencang rumah atau ruko, tapi paling tidak ada pergerakan," katanya.
Yance menyebutkan di tengah pandemi pada 2020, masih mampu mencapai target penjualan senilai Rp 5,5 triliun dengan target revisi Rp 4,5 triliun. Dengan proyek yang tersebar dan produk yang variatif menurutnya menjadi modal adaptasi di masa pandemi.
"Ketika kami lihat apartemen dan perkantoran tidak bagus, kami masih punya land bank untuk landed house jadi kami dengan cepat bisa adaptif dimana masyarakat lebih ingin punya landed house," ujar Yance.
Selain perkantoran dan apartemen, segmen market low to end dengan harga Rp 250 juta ke bawah pun menjadi salah satu yang paling terkena dampak pandemi.
Menurut Yance, hal ini di luar perkiraan perusahaan karena biasanya rumah harga di bawah Rp 250 juta yang paling besar peminatnya. Adapun segmen yang menopang penjualan rumah Ciputra Grup pada 2020 justru segmen menengah dengan harga Rp 500juta hingga Rp 2 miliar.
"Justru yang segmen ini yang menjadi penopang utama. Sebelumnya kami pikir segmen low to end akan selalu ada marketnya, ternyata segmen menengah ini yang menjadi penopang saat pandemi," katanya.
Sementara, kinerja keuangan sang induk usaha, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) baru saja melaporkan kinerja keuangan 2020 dan hasilnya positif, meskipun ada Pandemi Covid-19 sepanjang tahun lalu.
Menurut laporan keuangan 2020 perusahaan di website Bursa Efek Indonesia (BEI), laba bersih perusahaan naik 14,05% menjadi Rp 1,32 triliun per 31 Desember 2020, dari laba bersih Rp 1,16 triliun pada akhir tahun sebelumnya.
Kenaikan laba bersih ini diiringi dengan tumbuhnya pendapatan perusahaan sebesar 6,07% dari Rp 7,61 triliun pada 2019 menjadi Rp 8,07 triliun pada tahun lalu.
Lebih rinci, secara segmen, penjualan neto rumah hunian dan ruko masih menyumbang porsi pendapatan tertinggi, yakni 57,52%. Segmen penjualan neto rumah hunian dan ruko membukukan pendapatan Rp 4,64 triliun, naik 19,70% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 3,88 triliun.
Kemudian, di posisi kedua, penjualan neto apartemen mencetak pendapatan sebesar Rp 1,08 triliun. Angka ini lebih tinggi 24,78% dari perolehan 2019 yang sebesar Rp 877,23 miliar.
Selanjutnya, pendapatan dari penjualan segmen kantor Rp 455,94 miliar, kapling sebesar Rp 414,31 miliar.
Selain dari penjualan neto, pendapatan CTRA juga berasal dari pendapatan usaha lainnya. Misalnya, pendapatan usaha dari pusat niaga Rp 504,74 miliar dan rumah sakit sebesar Rp 455,47 miliar.
