
Tak Ada Penolong IHSG, BP Jamsostek Tak Aktif di Market

Jakarta, CNBC Indonesia - Transaksi saham di Bursa Efek Indonesia belakangan ini menyusut. Pada perdagangan, Rabu ini (21/4/2021), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terkoresksiĀ 0,75% ke level 5.993,24 poin dengan nilai transaksi kecil.
Data perdagangan menunjukkan, nilai transaksi hari ini turun menjadi Rp 7,59 triliun dengan frekuensi sebanyak 843.341 kali. Berbeda dengan posisi awal tahun, di mana rata-rata nilai transaksi harian atau turn over mencapai Rp 20 triliun setiap harinya.
Akumulasi berbagai sentimen negatif seperti kasus Covid-19 yang kembali meningkat di sejumlah negara, mulai beralihnya investor ritel ke aset kripto ditambah dengan belum adanya sentimen di dalam negeri yang cukup signifikan, membuat bursa saham terkoreksi.
Di sisi lain, kebijakan BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) mengurangi bobot investasinya di saham dan reksa dana, membuat sebagian manajer investasi ragu-ragu untuk berinvestasi ke pasar saham.
Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto menilai, sentimen BP Jamsostek cukup pengaruh ke pasar, mengingat BPJS merupakan investor institusi yang mengelola dana besar yang sanggup bersaing dengan investor asing. Hal ini yang menyebabkan bursa saham relatif sepi transaksi belakangan ini.
"Pengaruh, secara sentimen jelas ada. BPJS sendiri merupakan investor dengan dana besar yang sanggup head to head dengan asing. Jadi kalau mereka tidak aktif, maka bursanya juga mungkin akan kekurangan daya pendorong," kata Rudiyanto saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (21/4/2021).
Namun, yang ditekankan Rudiyanto, BP Jamsostek sejauh ini selalu surplus dari iuran yang diperolehnya setiap tahun. "Mengurangi bobot itu artinya ketika ada surplus mungkin tidak masuk ke saham dan reksa dana, atau tetap masuk tapi porsinya lebih kecil," jelas Rudi.
Pada perdagangan Rabu ini, kompak seluruh bursa saham di Asia finis di zona merah. Indeks Nikkei, misalnya turun 2,03%, Hang Seng melemah 1,76%, Shanghai Composite dan Strait Times juga terkoreksi.
Di tengah kondisi saham yang sedang sepi transaksi ini, lantas bagaimana strategi perusahaan manajer investasi dalam mengelola portofolionya, terutama di saham?
Panin Asset Management, menurut Rudi tetap berbelanja di saham-saham dengan fundamental yang cukup baik, seperti saham-saham di sektor keuangan, telekomunikasi dan sektor konsumer. Beberapa emiten di sektor ini beberapa sudah melaporkan kinerja keuangan dengan prospek yang cukup bai. Sementara itu, sektor konstruksi cenderung dihindari karena rasio utang yang besar.
"Penurunan ini dimanfaatkan sebagai momentum untuk beli saham di harga yang lebih rendah," katanya.
Sementara itu, Presiden Direktur Syailendra Capital Fajar R Hidayat melihat potensi upside Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih cukup besar. Syailendra memperkirakan pada akhir tahun IHSG akan berada di level 6.900.
Bahkan, Fajar menyebut IHSG pada level tertingginya bisa saja bergerak ke level 7.000 - 7.200. Ia memproyeksikan level ini justru akan terjadi pada kuartal III-2021. Sebelum akhirnya perlahan terkoreksi dan bergerak ke arah 6.900 pada akhir tahun.
Menurutnya, pada kuartal III-2021, pergerakan pasar saham juga akan mengalami perubahan. Sejauh ini pasar saham masih digerakan oleh sentimen maupun berita saja. Sehingga, ketika ada sentimen positif, maka pasar akan menguat, begitu pun sebaliknya. Namun, memasuki semester II-2021, pasar lebih akan didorong oleh fundamental saham.
"Kinerja emiten sebenarnya sejauh ini belum bisa dinilai, karena laporan keuangan full year 2020 ataupun kuartal I-2021 masih sangat dipengaruhi pandemi dan masa transisi. Tapi, untuk laporan keuangan kuartal II-2021, baru terlihat hasil dari konsistensi strategi masing-masing perusahaan dalam menyiasati dampak pandemi," katanya.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham