Ini Biang Kerok Kenapa IHSG Sebulan Paling Parah di Asia

chd, CNBC Indonesia
21 April 2021 14:13
Diskusi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Diskusi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih susah kembali ke harga pada awal tahun atau Januari 2021. Pada penutupan perdagangan Selasa (20/4/2021) kemarin, IHSG ditutup melemah 0,23% ke 6.038,32.

Sedangkan pada pembukaan hari ini, IHSG dibuka kembali melemah 0,46% ke 6.010,27 dan berakhir masih di zona merah dengan melemah 0,64% ke level 5.999,67 pada perdagangan sesi I Rabu (21/4/2021).

Secara kinerja dalam sebulan terakhir, IHSG ambles hingga 4,17%, sedangkan dalam tahun berjalan (year-to-date/YTD), IHSG merosot 1,09%. Namun dalam setahun, IHSG masih cukup eksis dengan melesat 47,08%.

Jika dibandingkan dengan bursa saham Asia lainnya, pelemahan IHSG merupakan yang terparah dalam kurun waktu sebulan terakhir.

Sedangkan indeks saham Asia yang paling prima dalam sebulan terakhir adalah indeks saham Weighted Taiwan (Taiwan Capitalization Weighted Stock Index) yang melesat hingga 5,08%.

Walaupun terpuruk dalam sebulan terakhir, namun secara year-to-date (YTD), IHSG masih lebih baik. Sedangkan indeks saham Asia yang terburuk dalam tahun berjalan adalah indeks saham Filipina yang ambrol hingga 9,2%, sementara indeks saham Weighted Taiwan lagi-lagi yang paling moncer selama tahun berjalan.

Penurunan IHSG hari ini melanjutkan tren koreksi bursa Tanah Air sejak akhir Maret di mana saat itu IHSG diperdagangkan di area 6.300. Sejak ambruk dari level tertingginya di bulan Maret tersebut, IHSG sudah terkoreksi sebesar 4,8%.

Bahana Sekuritas menilai pergerakan IHSG masih akan belum ke mana-mana dan cenderung tertekan. Penyebab utamanya adalah pasar saham dalam negeri yang sekarang sepi peminat.

Dalam risetnya, Analis Bahana Sekuritas Hadi Soegiarto mengatakan saat ini IHSG hanya akan bergantung pada aliran dana dari investor asing (capital inflow). Pasalnya investor dalam negeri, baik itu investor institusi maupun investor ritel saat ini kemampuan belinya mulai menurun.

Hal yang diharapkan oleh pasar dalam negeri adalah masuknya kembali investor asing, sebab aksi jual (net sell) telah dilakukan investor asing sejak 2017 dan meninggalkan kepemilikan asing hingga 38% di pasar ekuitas dalam negeri per Maret 2021.

Sementara itu saat ini investor institusi dalam negeri saat ini mulai mengalami keterbatasan kemampuan beli. Sebab dua tahun terakhir, investor ini telah menjadi 'bumper' melawan net sell yang dilakukan oleh investor asing. Investor institusi ini termasuk perusahaan asuransi dan fund manager serta pengelola dana jaminan sosial.

Saat ini investor institusi yang memiliki keterbatasan dana ini juga tengah menantikan IPO Gojek, yang akan dilakukan dual listing, dan akan memiliki bobot hingga 8% ke pasar dalam negeri.

Sedangkan pengelola dana jaminan sosial saat ini memilih untuk mengurangi eksposur investasinya di saham untuk jangka menengah. Padahal, perannya sangat besar di pasar hingga bisa menstabilkan pasar saat terjadi koreksi.

NEXT: Alasan yang Bikin IHSG Loyo

Adapun hal lainnya yang membuat pasar saham dalam negeri saat ini terkesan sepi adalah sebagai berikut:

1. Investor ritel sudah 'ogah' berinvestasi di bursa saham dalam negeri

Investor ritel yang sempat meramaikan bursa pada akhir tahun 2020 dan awal tahun 2021 nampaknya sudah berpindah haluan dari bursa saham ke pasar mata uang kripto.

Hal ini tercermin dari nilai transaksi pasar modal yang terus turun di mana IHSG sempat diperdagangkan mencapai Rp 20 triliun per hari di bulan Januari. Saat ini nilai transaksi di bursa hanya berada di bawah Rp 10 triliun.

Selain itu berdasarkan data Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi), jumlah investor aset kripto per akhir Februari mencapai 4,2 juta orang. Jumlah investor kripto tersebut mengalahkan jumlah investor saham.

Per Februari, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), jumlah Single Investor Identification (SID) saham mencapai 2 juta akun atau tepatnya 2.001.288 akun.

Bursa saham yang sedang terkonsolidasi turun dan bursa kripto yang sempat bullish menjadi pemicu investor coronials melarikan dananya ke kripto.

2. Arus Outflow yang terus terjadi

Selain investor ritel, ternyata investor asing juga sedang ogah untuk berinvestasi di dalam negeri. Tercatat pada perdagangan hari ini IHSG sudah melarikan dana sebesar melanjutkan keluarnya dana asing pada perdagangan kemarin.

Bahkan apabila ditarik dalam jangka panjang, dana investor asing yang keluar dalam sebulan terakhir sangatlah fantastis di angka Rp 5,2 triliun sedangkan dalam periode 3 bulan terakhir dana asing yang kabur tercatat lebih jumbo yakni Rp 6,6 triliun.

3. Kinerja keuangan emiten yang melantai di IHSG kurang memuaskan.

Kinerja keuangan emiten-emiten di BEI awal tahun 2021 ini tergolong kurang memuaskan. Hal ini tercermin dari P/E rasio IHSG yang saat ini berada di kisaran 21,81 kali yang masih tergolong mahal dibandingkan dengan SBN RI bertenor 10 tahun yang saat ini diperdagangkan dengan imbal hasil 6,439%.

Di angka tersebut batas toleransi P/E wajar non CAGR investor berada di angka 15,53 kali yang menunjukkan berinvestasi di bursa saham menjadi kurang menarik dibandingkan dengan SBN bertenor 10 tahun.

 4. Belum ada sentimen positif tambahan yang lebih kuat

Setelah IHSG tumbang dari level 6.300 karena didera sentimen-sentimen buruk regional, belum ada sentimen positif besar yang dapat menggerakkan arah IHSG kembali ke jalur hijau.

Sebelumnya IHSG sempat di dera sentimen negatif dimana salah satu investor institusi raksasa Tanah Air, BPJS Ketenagakerjaan disebut-sebut akan mengurangi porsi kepemilikan saham dan reksadana sahamnya, sehingga ada potensi capital outflow dari pasar modal lokal.

Selain itu, rumor tidak efektifnya vaksin Sinovac yang paling banyak dipergunakan pemerintah dalam vaksinasi masal di Tanah Air juga menjadi pemberat gerak IHSG.

Bahkan terbaru Gubernur BI Perry Warjiyo bersama Deputi Gubernur Senior dan Anggota Dewan Gubernur lain dalam RDG BI edisi April 2021 merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dalam negeri pada 2021 menjadi 4,1-5,1%. Perkiraan tersebut lebih rendah dari yang sebelumnya yaitu 4,3-5,3%.

"Pertumbuhan ekonomi diperkirakan 4,1-5,1%," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Selasa (20/4/2021).

Apalagi, ditambah dengan kabar kurang baik dari kasus aktif virus Covid-19 global yang kembali melonjak beberapa hari belakangan juga turut serta memperberat kinerja IHSG pada hari ini.

Kasus baru Covid-19 di global yang sempat berada di kisaran 350 ribu kasus baru perhari pada bulan Februari silam, kembali melesat dan saat ini rata-rata tujuh hari terakhir. Bahkan, bertambah 628 ribu atau naik hampir dua kali lipat meski vaksinasi massal di seluruh belahan bumi sudah dilancarkan.

Di India, kasus infeksi harian tercatat mencapai lebih dari 250 ribu belakangan ini. Kasus kematian harian juga tembus rekor 1.500 orang dalam sehari. Kini India sedang mengalami krisis suplai oksigen yang semakin memperparah kondisi.

Sementara di Jepang, Tokyo dan Osaka dapat kembali menerapkan keadaan darurat karena kasus aktif Covid-19 yang kembali melonjak.

Pemerintah Jepang pada April menempatkan kedua prefektur tersebut serta wilayah lainnya di bawah "keadaan semu darurat" tetapi langkah-langkah tersebut tidak banyak membantu membalikkan tren lonjakan kasus Covid-19 di Jepang sejauh ini.

Jadi, saat ini IHSG masih menunggu dorongan kabar baik, terutama dengan skala yang lebih besar agar dapat mampu mendorong pasar modal untuk kembali sumringah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top! Bursa Lain Tumbang, IHSG Melesat 7,44% di Kuartal I-2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular