Rupiah Jadi "Raja Patung" 2 Hari Beruntun, Kenapa sih?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 April 2021 16:48
valas
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah stagnan lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (15/4/2021) di Rp 14.600/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak 3 November.

Kemarin, rupiah juga mengakhiri perdagangan di level tersebut, bahkan pergerakannya juga mirip, menjadi "raja patung". Rupiah membuka perdagangan dengan stagnan, sempat melemah 0,07% kemudian stagnan lagi sepanjang perdagangan. Bedanya, hari ini rupiah sempat melemah 0,07% di Rp 14.610/US$.

Rupiah tidak sanggup menguat saat dolar AS sedang tertekan, terlihat dari indeksnya yang terus menurun. Di pekan ini saja, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini sudah turun tiga hari beruntun hingga Rabu kemarin, dengan total 0,51%, dan berada di level terendah dalam satu bulan terakhir.

Tren penurunan indeks dolar AS dimulai sejak 31 Maret lalu hingga Rabu kemarin. Selama periode tersebut indeks dolar AS hanya menguat 3 kali saja, total pelemahannya sebesar 1,72%.

Indeks dolar AS di pekan ini tertekan setelah rilis data inflasi yang mengalami kenaikan, tetapi tidak terlalu tajam.

Inflasi AS yang dilihat dari consumer price index (CPI) bulan Maret dilaporkan tumbuh 2,6% year-on-year (YoY) dari bulan sebelunnya 1,7% YoY. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari hasil survei Reuters sebesar 2,5% YoY.

Sementara inflasi inti yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 1,6% YoY, dari bulan sebelumya 1,3% YoY, dan lebih tinggi dari prediksi 1,5% YoY.

Kenaikan inflasi yang sedikit di atas prediksi tersebut direspon positif oleh pelaku pasar. Apalagi, kenaikan tersebut akibat low base effect, dimana pada Maret tahun lalu inflasi sangat rendah. Selain itu, The Fed memang memprediksi inflasi akan tinggi dalam beberapa bulan ke depan, sebelum kembali menurun.

Alhasil, bisik-bisik bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga di akhir tahun nanti tidak berubah menjadi "teriak-teriak".

Berdasarkan data dari perangkat FedWacth milik CME Group, pelaku pasar saat ini melihat probabilitas sebesar 6,7%, masih di bawah dua digit persentase.

Meski demikian, dolar AS masih menjadi primadona pelaku pasar jika dihadapkan dengan mata uang Asia termasuk rupiah.

Hal tersebut terlihat dari survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters.

Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.

Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.

Survei terbaru yang dirilis Kamis (8/4/2021) menunjukkan angka untuk rupiah 0,59, naik dari dua pekan lalu 0,45. Artinya, semakin banyak pelaku pasar yang mengambil posisi jual rupiah. Tidak hanya rupiah, pelaku pasar juga mengambil posisi short semua mata uang Asia, dan lebih memilih dolar AS.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pemulihan Ekonomi AS vs Indonesia Jomplang!

Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) merilis World Economic Outlook edisi April merilis proyeksi terbaru pertumbuhan ekonomi.

Dalam laporan tersebut, IMF memberikan proyeksi yang optimistis terhadap perekonomian global, tetapi tidak untuk kawasan ASEAN, termasuk Indonesia.

Dalam laporan tersebut, IMF merevisi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini menjadi 6%, dibandingkan dengan proyeksi yang diberikan bulan Januari lalu yang sebesar 5,5%.

Amerika Serikat memimpin pemulihan ekonomi. Pada bulan Januari lalu IMF memproyeksikan produk domestik bruto (PDB) tumbuh 5,1%, tetapi kini direvisi menjadi 6,4%.

Indonesia sebaliknya, IMF kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini menjadi 4,3%, dibandingkan proyeksi yang diberikan bulan Januari lalu sebesar 4,8%. Pada bulan Oktober tahun lalu, IMF bahkan memproyeksikan produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan melesat 6,1%.

Wakil Direktur IMF untuk Departemen Asia dan Pasifik, Jonathan Ostry, mengatakan bahwa peningkatan kasus Covid-19 dan lockdown yang kembali diberlakukan di beberapa wilayah membuat prospek pertumbuhan ekonomi beberapa negara Asia Tenggara menurun.

Sebanyak 5 negara yang disebut ASEAN-5 secara kolektif tumbuh sebesar 4,9% pada tahun 2021, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,2%. Kelima ekonomi tersebut adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

"Kami khawatir tentang prospek pariwisata, kapan sektor tersebut akan dibuka kembali," kata Ostry pada Rabu (14/4/2021), dikutip dari CNBC International.

Indonesia, Malaysia, dan Filipina, kata, dia, termasuk di antara mereka yang harus memperketat beberapa pembatasan tahun ini menyusul lonjakan kasus Covid-19. Vaksinasi berjalan lebih lambat dibandingkan dengan banyak negara di dunia.

Statistik yang dihimpun oleh Our World in Data menunjukkan bahwa 3,76% orang di Indonesia telah menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid-19, lebih rendah dari tingkat global yang sebesar 5,76%. Sementara Malaysia dan Filipina 1,8% dan 0,96%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular