
Rupiah Kok Masih Susah Menguat Ya? Ada Apa Sih?

Pada Februari 2021, untuk kali pertama impor tumbuh positif setelah mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sejak Januari 2019. Kemungkinan impor kembali naik bulan setelahnya.
Kenaikan impor terjadi seiring ekonomi yang semakin membaik. Kehadiran vaksi anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) telah mendongrak keyakinan rumah tangga dan dunia usaha.
Peningkatan keyakinan rumah tangga tercermin dari data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Bank Indonesia (BI) mengumumkan IKK periode Maret 2021 berada di 93,4. Meningkat dibandingkan dengan 85,8 dan 84,9 pada Februari dan Januari 2021 dan mencatat rekor tertinggi sejak Desember 2020.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau masih di bawah 100, maka artinya konsumen cenderung pesimistis memandang perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang.
Meski masih di bawah 100, tetapi terlihat IKK dalam tren meningkat. Jika keyakinan ini bisa dijaga, atau bahkan ditingkatkan, maka bukan tidak mungkin pada bulan-bulan mendatang sudah bisa menembus level 100.
Sementara optimisme dunia usaha terihat dari data Purchasing Managers' Index (PMI). Pada Maret 2021, skor PMI Indonesia ada di 53,2. Ini menjadi yang tertinggi dalam sejarah pencatatan PMI.
"Sektor manufaktur Indonesia mengakhiri kuartal I-2021 dengan kuat, di mana pelaku usaha meningkatkan produksi merespons peningkatan pesanan baru. Hasil positif ini memberi harapan bahwa sektor manufaktur bisa menjalani tren positif," tulus Andrew Harker, Economics Director di IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis.
Seiring geliat ekonomi, impor pun mulai terangkat. Sebab, dunia usaha membutuhkan lebih banyak bahan baku/penolong dan barang modal untuk merespons peningkatan permintaan.
Kenaikan impor ini memang menunjukkann ekonomi mulai 'sehat' meski belum pulih betul. Namun dampaknya adalah tekanan terhadap rupiah karena tingginya kebutuhan valas dalam rangka impor.
Halaman Selanjutnya --> Wall Street Galau
(aji/aji)
