Dolar Sudah Kasih Jalan, Kenapa Rupiah Tak Bisa Nyalip?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 April 2021 16:37
Warga menukarkan sejumlah uang di mobil kas keliling dari sejumlah bank yang terparkir di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, Senin (13/5/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Yield di pasar sekunder akan menjadi acuan untuk menentukan kupon di pasar perdana atau lelang. Dengan yield yang terus naik, maka kupon atau bunga yang harus dibayar pemernintah selaku penerbit obligasi akan semakin naik.

Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan bertambah berat. Ada kekhawatiran pemerintah akan kerepotan membayar utang yang membengkak karena kebutuhan stimulus fiskal untuk mengatasi dampak pandemi.

"Fiskal yang berkelanjutan (sustainable) akan ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga yang moderat, serta bagaimana mengelola eksposur mata uang," sebut riset Citi

Oleh karena itu, Citi menilai permintaan terhadap aset-aset di pasar keuangan Indonesia sepertinya masih akan lemah. Di pasar SBN, khususnya, penawaran yang masuk kemungkinan tetap rendah untuk beberapa waktu ke depan. Ini yang mendorong yield bergerak ke atas dan harga turun.

"Kami memperkirakan minat yang rendah dalam lelang masih akan bertahan sehingga kami menempatkan obligasi pemerintah di posisi underweight. Kami memperkirakan yield SBN tenor 10 tahun bisa naik melebihi 7% dalam beberapa pekan ke depan," lanjut riset Citi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular