
Dolar Sudah Kasih Jalan, Kenapa Rupiah Tak Bisa Nyalip?

Sekali lagi sayang, karena sejatinya dolar AS sudah 'memberi jalan' buat rupiah untuk menguat. Pada pukul 14:05 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,16%.
Di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF), gerak rupiah sudah sejalan dengan itu. Dibandingkan posisi penutupan kemarin, rupiah menunjukkan penguatan.
Berikut perkembangan kurs rupiah dolar AS di pasar NDF pada pukul 14;08 WIB:
Periode | Kurs13 April (15:07 WIB) | Kurs 14 April (14:08 WIB) |
1 Pekan | Rp14.668,5 | Rp 14.635,5 |
1 Bulan | Rp14.726 | Rp 14.687 |
2 Bulan | Rp14.783,5 | Rp 14.740 |
3 Bulan | Rp14.843,5 | Rp 14.804,5 |
6 Bulan | Rp15.024,5 | Rp 14.985,5 |
9 Bulan | Rp 15.196 | Rp 15.157 |
1 Tahun | Rp 15.371 | Rp 15.337 |
2 Tahun | Rp 16.079 | Rp 16.038 |
Plus, investor asing juga sebenarnya masuk ke pasar keuangan Tanah Air. Di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 305,68 miliar yang mengantar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 2,07%.
So, apa yang membuat rupiah masih belum bisa menguat? Sepertinya ini disebabkan oleh dinamika di pasar obligasi, khususnya Surat Berharga Negara (SBN).
Pada pukul 14:13 WIB, imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun naik 3,9 basis poin (bps) menjadi 7,333%. Tidak hanya yang 10 tahun, kenaikan yield terjadi di sebagian besar tenor.
Yield dan harga obligasi memiliki hubungan terbalik. Ketika yield naik, artinya harga obligasi sedang turun karena maraknya aksi jual.
Berikut perkembangan yield SBN berbagai tenor pada pukul 14:40 WIB:
Halaman Selanjutnya --> Yield Makin Tinggi, Beban Pemerintah Kian Berat
(aji/aji)
