
Sengsara Membawa Nikmat, Rupiah Melemah Dunia Belum Kiamat!

Mengutip riset Emma Xiaoqin Fan dari Bank Pembangunan Asia (ADB) berjudul Implications of US Dollar Depreciation for Asian Developing Countries, depresiasi kurs bisa menjadi salah satu motor pendorong perbaikan ekonomi. Depresiasi nilai tukar akan mendorong kinerja ekspor dan menurunkan impor (karena harga produk asing lebh mahal). Dampaknya bisa dua, yaitu peningkatan permintaan agregat atau Produk Domestik Bruto (PDB) dan perbaikan neraca pembayaran.
Ketika neraca pembayaran semakin kuat, maka fondasi penopang nilai tukar mata uang akan semakin kokoh. Fundamental yang kokoh ini membuat mata uang pada gilirannya akan menguat.
![]() |
Akan tetapi, depresiasi kurs bisa berbahaya buat negara berkembang seperti Indonesia. Di negara berkembang, yang industrinya belum mapan dan masih mencari bentuk, pasokan bahan baku dan barang modal dari lau negeri menjadi sangat penting. Impor bahan baku dan barang modal adalah kunci peningkatan produksi dalam negeri.
Ketika rupiah melemah, maka harga bahan baku dan barang modal menjadi lebih mahal bagi dunia usaha dalam negeri yang memegang rupiah. Ini menciptakan hambatan alamiah dalam impor bahan baku dan barang modal. Saat impor terhambat, maka pembangunan industri dan produksi dalam negeri akan ikut mampet.
Apalagi mayoritas impor Indonesia adaah bahan baku dan barang modal. Ini mencerminkan betapa pentingnya peranan impor dalam perekonomian nasionak.
Oleh karena itu, yang harus dicari adalah keseimbangan. Nilai tukar mata uang harus diarahkan agar tidak membuat ekspor terpukul tetapi di sisi lain masih nyaman untuk importasi bahan baku dan barang modal demi kepentingan pembangunan industri dalam negeri.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
