Analisis

Jelang Ramadan, 8 Saham Emiten Konsumer Ini kok Nyungsep?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
09 April 2021 08:54
Jelang Bulan Ramdhan, Permintaan Kurma Meningkat
Foto: Pedagang kurma menata barang dagangannya di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Jumat (3/5/2019). Menjelang bulan Ramadan, permintaan buah kurma meningkat dua kali lipat dibanding hari biasa. Harga kurma yang dijual bervariasi tergantung jenis dari Rp 30.000 hingga Rp. 300.000. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bulan Ramadan tinggal menghitung hari. Biasanya, emiten-emiten barang konsumsi (consumer goods) akan kecipratan berkah saat bulan suci umat Muslim ini seiring konsumsi rumah tangga yang meningkat.

Lantas, bagaimana dengan kinerja saham emiten-emiten barang konsumsi sejak awal tahun ini?

Emiten mana yang memiliki rapor bagus dan mana yang membukukan kinerja jeblok?

Berikut ini Tim Riset CNBC Indonesia menyusun tabel kinerja saham emiten consumer goods, mengacu pada data Bursa Efek Indonesia (BEI) per Kamis, 8 April 2021.

Berdasarkan tabel di atas, dari delapan emiten yang diamati, hanya saham Garudafood (GOOD) yang mencatatkan kinerja moncer sejak awal tahun. Secara year to date (YTD), saham emiten yang melantai di bursa pada 2018 lalu ini melonjak 37,80%.

Mayoritas saham sisanya malah serempak terkoreksi . Adapun saham emiten produsen perawatan diri, makanan dan minuman ringan Kino Indonesia (KINO) menjadi yang paling ambles dengan merosot 16,54% secara YTD.

Apabila ditilik dari kinerja fundamental tahun lalu, kedelapan emiten tersebut membukukan kinerja yang beragam. Empat emiten tercatat membukukan kenaikan laba bersih sepanjang tahun pandemi 2020, yakni duo Indofood yakni Indofood Sukses Makmur (INDF dan Indofood ICBP ICBP), Ultrajaya (ULTJ) dan Mayora (MYOR).

Bisa dikatakan, keempat emiten ini bersifat defensif alias tahan banting saat corona 'menghajar' ekonomi global dan Tanah Air.

INDF membukukan penjualan neto secara konsolidasi sebesar Rp 81,73 triliun, mengalami peningkatan 7% dibandingkan Rp76,59 triliun tahun lalu. Laba bersih pun melesat sebesar 32% menjadi Rp 6,46 triliun dari tahun sebelumnya Rp 4,91 triliun.

NEXT: Analisis ICBP dn MYOR

Setali tiga uang, sang anak usaha, ICBP, membukukan penjualan neto sebesar Rp 46,64 triliun dari tahun sebelumnya Rp 42,29 triliun.

Kenaikan meningkatkan laba bersih emiten produsen mie instan dengan merek Indomie ini sepanjang 2020 menjadi sebesar Rp 6,58 triliun dari tahun sebelumnya Rp 5,03 triliun.

Kemudian, emiten produsen brand susu kemasan Ultra Milk besutan taipan Sabana Prawirawidjaja, ULTJ, memang mencatatkan totalpendapatan yang turun 4,11% menjadiRp 5,96 triliun di sepanjang tahun lalu.

Akan tetapi, meski pendapatan turun, perusahaan produsen minuman asal Jawa Barat ini justru mampu mencetak laba bersih naik 6,53% menjadi Rp 1,1 triliun dari Rp 1,03 triliun di tahun 2019.

Berikutnya, emiten produsen berbagai brand minuman ringan, biskuit hingga bubur dan sereal MYOR masih bisa mencatatkan laba bersih di tengah ketidakpastian ekonomi akibat pagebluk Covid-19. MYOR membukukan penurunan laba bersih 2,2% sepanjang tahun lalu, menjadi Rp 24,47 triliun sepanjang tahun lalu.

Namun, Mayora masih mampu membukukan peningkatan laba bersih perusahaan yang naik 3,07%, berada di angka Rp 2,06 triliun pada tahu lalu, naik dari Rp 2 triliun tahun 2019.

Berbeda dengan keempat emiten di atas, empat sisanya mengalami koreksi, bahkan ada yang mengalami rugi bersih.

Tentu, dengan catatan, ada tiga emiten yang belum melaporkan kinerja secara tahunan alias masih berdasarkan laporan keuangan per kuartal III, yakni GOOD, FOOD dan KINO. Fundamental ketiga emiten tersebut sama-sama tertekan dalam 9 bulan pertama 2020.

Ambil contoh, kinerja keuangan produsen brand kacang Garuda, GOOD. Akibat pandemi, laba bersih GOOD anjlok 28,79% menjadi Rp 211,94 miliar pada kuartal III tahun lalu. Angka ini turun dari Rp 297,67 miliar pada periode yang sama pada tahun 2019.

Amblesnya laba GOOD sering dengan merosotnya penjualan perusahaan. Pada periode 9 bulan 2020, perusahaan makanan dan minuman yang didirikan oleh pengusaha Sudhamek ini mencatat penurunan penjualan sebesar 9,52% menjadi Rp 5,74 triliun dari sebelumnya Rp 6,34 triliun.

Contoh lainnya, KINO juga mencatatkan penurunan laba bersih yang signifikan hinggal triwulan III 2020. Laba bersih produsen brand permen Kino Candy ini anjlok 63,83% menjadi Rp 161,70 miliar per akhir September 2020, turun dari Rp 447,09 miliar pada periode yang sama 2019.

Penjualan dan pendapatan KINO pun ambles 10,71% menjadi Rp 3,11 triliun, dari Rp 3,48 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

NEXT: Daya Beli Masyarakat Jelang Ramadan

Memang, pada tahun lalu daya beli masyarakat saat Ramadan tidak seperti biasanya, berkat adanya pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak awal 2020.

Melemahnya daya beli masyarakat saat bulan puasa tahun lalu tercemin dari inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada periode Mei 2020, yang tercatat sebesar 0,07% secara bulanan (month-to-month/mtm). Angka ini menurun dari sebesar 0,08% (mtm) pada April 2020.

Bank Indonesia (BI) mencatat, Inflasi Mei tahun lalu tercatat lebih rendah dibandingkan dengan pola inflasi pada periode ramadan dan idulfitri, yang dalam lima tahun terakhir rata-rata tercatat 0,69% (mtm).

Tetapi, dengan sejumlah upaya oleh pemerintah untuk menangani pagebluk virus Corona, mulai dari gelontoran stimulus sampai upaya percepatan vaksinasi masyarakat, diharapkan bisa memulihkan kembali daya beli masyarakat pada tahun ini. Kendati, permintaan masyarakat tampaknya masih melambat alias belum bisa kembali ke level pra-pandemi.

Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia pada Februari 2021, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi terindikasi membaik. Hal tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Februari 2021 sebesar 85,8, sedikit meningkat dari 84,9 pada Januari 2021. Memang, apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, IKK Februari tahun ini masih rendah, yakni 126,8.

Sementara, optimisme konsumen terhadap perkiraan ekonomi 6 bulan ke depan terpantau relatif stabil dari bulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) Februari sebesar 106,5, yang relatif stabil ketimbang IEK Januari 2021 sebesar 106,7.

Menurut BI, ekspektasi konsumen terhadap penghasilan 6 bulan ke depan pada Februari 2021 terpantau menguat, kendati ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan kerja tidak sekuat bulan sebelumnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular