
Rupiah Ngos-ngosan Lawan Dolar AS, Ini Penyebabnya!

Rupiah semakin sulit menguat akibat pelaku pasar kini melihat kemungkinan bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga di akhir tahun ini.
Ekspektasi tersebut muncul meski The Fed berulang kali menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2023.
The Fed merilis notula rapat kebijakan moneter edisi Maret pada Kamis (8/4/2021) dini hari waktu Indonesia. Dalam notula tersebut, ketua The Fed, Jerome Powell, dan kolega sepakat untuk tidak mengubah kebijakan moneternya dalam waktu dekat. Hal tersebut sebenarnya sudah berulang kali diungkapkan oleh Powell.
The Fed mengindikasikan suku bunga rendah 0,25% akan terus dipertahankan hingga pasar tenaga kerja lebih kuat serta tingkat inflasi mencapai target rata-rata 2%.
Para pembuat kebijakan (FOMC) di bank sentral paling powerful di dunia tersebut juga mengakui perekonomian AS sudah mulai membaik secara substansial, tetapi perlu kemajuan lebih banyak lagi untuk mulai mempertimbangkan merubah kebijakan moneternya.
Selain itu, stimulus moneter dengan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan, disebut memberikan dukungan yang substansial terhadap perekonomian. Artinyal, tapering atau pengurangan nilai QE juga belum akan dilakukan.
"Para peserta rapat menggarisbawahi bahwa sepertinya perlu waktu untuk mencapai kemajuan yang signifikan dalam mencapai target-target tersebut. Ke depan, jalan masih penuh ketidakpastian dengan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) tetap menjadi risiko," tulis notula itu.
Meski demikian, pelaku pasar masih belum percaya The Fed tidak akan merubah kebijakannya dalam waktu dekat. Hal tersebut tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group yang menunjukkan mulai munculnya "suara-suara" kenaikan suku bunga di akhir tahun ini.
Berdasarkan perangkat FedWatch tersebut, pelaku pasar melihat ada probabilitas sebesar 10,4% The Fed akan menaikkan suku bunga menjadi 0,5% pada bulan Desember 2021. Meski probabilitas tersebut kecil, tetapi mengalami kenaikan nyaris 2 kali lipat dibandingkan sepekan lalu 5,4%.
![]() |
Jika data ekonomi AS terus menunjukkan perbaikan, tidak menutup kemungkinan probabilitas tersebut akan semakin meningkat. Apalagi, The Fed sendiri merubah proyeksi pertumbuhan ekonomi AS tahun ini menjadi 6,5% dari prediksi sebelumnya 4,2%.
Besarnya revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut tidak diikuti dengan pembaharuan panduan kebijakan yang akan diambil, sehingga menimbulkan tanda-tanya di pasar.
Selain itu, The Fed juga memproyeksikan tingkat pengangguran di akhir tahun nanti sebesar 4,5% dan inflasi berada di 2,2%.
"Kebijakan moneter saat ini diterapkan untuk menghadapi ketidakpastian yang ditimbulkan dari krisis Covid-19. Tetapi, dengan perekonomian yang terus menunjukkan perbaikan serta kemajuan dalam vaksinasi membuat sulit untuk memahami bagaimana kebijakan dikalibrasi dengan benar sekarang," kata Bob Miller, head of Americas fundamental fixed income di BlackRock, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (8/4/2021).
"Stance moneter yang darurat masih sama, meski saat ini tidak ada kondisi darurat" tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
