Analisis

Parah! 3 Bulan Saham Emiten Migas Gak Ada yang Cuan

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
07 April 2021 07:40
Minyak Bumi
Foto: Reuters

Rukun Raharja (RAJA)

Saham emiten jasa hulu migas RAJA sebenarnya tumbuh dalam sebulan terakhir, yakni 15,74%. Namun bila menilik 3 bulan terakhir dan year to date (YTD), saham ini ambruk, masing-masing 21,38% dan 9,52%.

Sama seperti saham WOWS, kenaikan harga dua kontrak berjangka minyak mentah, WTI dan Brent, tampaknya cenderung tidak ikut mengangkat harga saham RAJA dalam 3 bulan terakhir.

Saat harga kontrak WTI mencapai peak 5 Maret lalu, saham RAJA malah terkoreksi 1,01% ke posisi Rp 195/saham. Kemudian, saat kontrak Brent berhasil singgah ke harga tertinggi pada 11 Maret, saham emiten yang mulai beroperasi sejak 2012 lalu ini naik tipis 1,01% ke Rp 200/saham.

Kinerja fundamental RAJA selama triwulan III tahun lalu juga sangat tertekan. Laba bersih sebesar US$ 4,27 juta atau setara dengan Rp 59,82 miliar (asumsi kurs US$ 1 = Rp 14.000) pada kuartal III tahun 2019 berubah menjadi rugi bersih US$ 259,99 ribu atau Rp 3,64 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Kabar terbaru, menurut prospektus perusahaan pada Maret lalu, RAJA menjalin kerja sama operasi (KSO) dengan PT Pertamina Gas (Pertagas) terkait pembangunan dan pengoperasian pipa minyak bumi di koridor Balam-Bangko-Dumai dan koridor Minas-Duri-Dumai, wilayah kerja Rokan.

Nilai investasi kerja sama operasi tersebut mencapai US$ 300,62 juta atau setara Rp 4,20 triliun dengan asumsi kurs rata-rata Rp 14.000 per dolar AS.

Rencananya, Rukun Raharja akan memberikan andil pendanaan sebesar 25% dari total investasi atau sebesar US$ 75,16 juta. Sedangkan Pertagas akan memberikan kontribusi pembiayaan sebesar 75% investasi atau sebesar US$ 225,47 juta.

Energi Mega Persada (ENRG)

Saham ketiga, emiten milik Grup Bakrie ENRG juga mencatatkan kinerja jeblok dalam 3 bulan belakangan, yakni ambles sebesar 11,11%.

Tanda-tanda pemulihan pun tampaknya belum terlihat karena dalam sebulan saham ENRG masih anjlok 11,11%. Bahkan, dalam sepekan saham ini juga terkoreksi dalam, yakni sebesar 7,96%.

Dengan mengacu pada data di atas, tampak bahwa sentimen kenaikan harga minyak mentah tidak ikut mendorong harga saham emiten yang mulai beroperasi pada 2003 ini.

Saat harga kontrak berjangka WTI di puncak tertinggi dalam triwulan pertama tahun ini pada 5 Maret lalu, saham ENRG tetap tak bergerak di Rp 117/saham. Sementara, naiknya harga kontrak Brent ke posisi tertinggi pada 11 Maret lalu diikuti dengan kenaikan saham ENRG sebesar 1,72%.

Adapun pada 9 bulan tahun lalu, ENRG mencatatkan laba bersih sebesar US$ 42,03 juta atau setara Rp 588,45 miliar dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$.Perolehan tersebut mengalami kenaikan sebesar 253% dari tahun sebelumnya US$ 11,88 juta, atau setara Rp 166,42 miliar.

Kenaikan laba bersih ini sejalan dengan naiknya penjualan bersih perseroan sebesar 24% menjadi US$ 239,09 juta.

Pada tahun ini, perusahaan membidik akuisisi aset-aset tambang migas baru untuk menambah nilai portofolio bagi perseroan dan pemegang saham.

Manajemen ENRG mengatakan secara internal perseroan akan terus berusaha meningkatkan produksi minyak dan gas melalui program pengembangan yang ada.

Pada Januari lalu, ENRG berencana menambah modal melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (rights issue) sebanyak 14,48 miliar saham baru. Targetnya, perseroan bakal meraih dana segar sebesar Rp 1,82 triliun atau setara dengan US$ 129,34 juta.

Adapun dana hasil penerbitan rights issue ini rencananya, sebesar US$ 43,50 juta akan dipakai untuk mengakuisisi 25% kepemilikan EMPInc. dari Kinross International Grup Ltd melalui anak usahanya yang memiliki dan mengoperasikan Blok Kangean di Jawa Timur.

Selanjutnya, sebesar US$ 43,59 juta untuk melunasi pinjaman kepada kreditor. Sedangkan sisanya, sebesar US$ 42,24 juta akan dipakai untuk mendanai kebutuhan modal kerja aset-aset EMP yang telah beroperasi.

Sementara, itu dua saham migas, Mitra Investindo (MITI) dan Ratu Prabu Energi (ARTI) tidak dimasukkan ke dalam tabel karena kedua saham tersebut tergolong ke dalam saham 'tidur' alias sangat jarang bergerak pada saat perdagangan di bursa.

Dalam sebulan terakhir, saham MITI tidak bergerak. Bahkan, saham ARTI sudah tidak bergerak selama 1 tahun terakhir.

Pada Februari lalu, Morgan Stanley memperkirakan harga minyak mentah Brent naik menjadi US$ 70 per barel pada kuartal ketiga tahun ini.Kondisi pasar yang jauh lebih baik dan didukung dengan peningkatan permintaan mendukung kenaikan harga minyak.

Morgan Stanley menaikkan perkiraannya untuk harga Brent pada paruh kedua tahun ini dari US$ 60 per barel menjadi US$ 65-70 per barel, dengan puncak US$ 70 pada kuartal ketiga, sebagaimana diwartakan Reuters.

Selain Morgan Stanley, bank investasi asal Wall Street lain yaitu Goldman Sachs ikut memberikan ramalan bullish untuk harga minyak mentah.Goldman Sachs meramal harga minyak mentah Brent mencapai US$ 70/barel di kuartal kedua dan US$ 75/barel di kuartal ketiga.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular