Roundup

Cek Dulu 7 Kabar Pasar Ini Sebelum Trading, Ada PTBA-MAYA!

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
06 April 2021 08:14
PT Bukit Asam/PTBA. doc PTBA

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan jual pelaku pasar asing pada perdagangan awal pekan ini, Senin (5/4/2021), mendorong laju bursa saham domestik terkoreksi di bawah level psikologis 6.000 poin.

Data BEI mencatat, IHSG ditutup melemah 0,68% ke level 5.970,28 poin dengan nilai transaksi harian sebesar Rp 8,14 triliun dengan frekuensi sebanyak 926.064 kali. Investor asing melakukan aksi jual bersih senilai Rp 621,10 miliar.

Tampaknya, pelaku pasar masih mengkhawatirkan kembali naiknya imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat bertenor 10 tahun ke level 1,72%.

Sebelum memulai transaksi pada perdagangan Selasa ini, (6/4/2021), cermati aksi dan peristiwa emiten berikut ini yang dihimpun dalam pemberitaan CNBC Indonesia:

1.PTBA Tebar Dividen Rp 835 M, 35% dari Laba Bersih

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bukit Asam Tbk (PTBA) resmi menyetujui pembagian dividen atas laba bersih 2020 yakni sebesar 35% dari laba yang diperoleh 2020 atau senilai Rp 835 miliar dari total laba tahun lalu Rp 2,4 triliun.

Tahun lalu, BUMN pertambangan batu bara ini membukukan laba bersih senilai Rp 2,4 triliun. Besaran laba bersih ini turun 41,16% secara tahunan (year on year (YoY) dibanding dengan laba bersih pada akhir Desember 2019 yang senilai Rp 4,05 triliun.

Nilai laba bersih per saham juga turun menjadi senilai Rp 213 dari akhir periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 371.

2.Rilis Lapkeu, Begini Kinerja Keuangan Indika pada 2020

Perusahaan pertambangan PT Indika Energy Tbk (INDY) membukukan kerugian sepanjang tahun lalu. Bahkan kerugian perusahaan membengkak menjadi US$ 117,54 juta atau setara dengan Rp 1,64 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$), dari posisi US$ 18,16 juta di sepanjang 2019.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, nilai kerugian per saham juga makin besar menjadi US$ 0,0226 dari sebelumnya hanya sebesar US$ 0,0035.

Pendapatan perusahaan di akhir Desember 2020 tercatat sebesar US$ 2,07 miliar (Rp 29,08 triliun). Turun 25,35% secara tahunan (year on year/YoY) dari periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai US$ 2,78 miliar. Nilai beban pokok kontrak dan penjualan turun sejalan dengan turunnya pendapatan, menjadi US$ 1,82 miliar dari sebelumnya US$ 2,35 miliar.

3.Summarecon Suntik Modal Lagi, Bisa Rp 3,4 T dari Rights Issue

Pemegang saham emiten pengembang properti, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) menyetujui rencana penambahan modal melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMTED) atau rights issue.

Perseroan berencana menerbitkan sebanyak-banyaknya 3,60 miliar saham dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Namun manajemen belum menetapkan harga pelaksanaan dari rights issue ini.

Namun jika mengacu pada pergerakan harga rata-rata saham SMRA di kisaran Rp 890 sampai dengan Rp 935 per saham, maka, dari aksi korporasi ini, Summarecon berpeluang meraih dana sebesar Rp 3,20 triliun sampai dengan Rp 3,37 triliun. Rencana ini juga telah mendapat restu pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Kamis (1/4/2021) yang diselenggarakan di Plaza Summarecon, Jakarta.

NEXT: Ada Kabar dari Mayapada dan SRIL

4.Beban Operasional Bengkak, Laba Sritex Menyusut di 2020

Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) sepanjang 2020 mengalami penurunan laba bersih sebesar 2,65% secara tahunan (year on year/YoY). Laba bersih yang tercatat dalam laporan keuangan 2020 sebesar Rp US$ 85,32 juta (Rp 1,19 triliun, asumsi kurs Rp 14.000/US$) dari sebelumnya US$ 87,65 juta di akhir 2019.

Sementara itu, nilai laba bersih per saham juga turun tipis menjadi US$ 0,0042 dari sebelumnya senilai US$ 0,0043.

Penurunan laba bersih ini terjadi di tengah kenaikan pendapatan perusahaan. Tercatat pertumbuhan pendapatan sebesar 8,52% YoY menjadi US$ 1,28 miliar (Rp 17,95 triliun) di akhir Desember 2020, dari US$ 1,18 miliar di akhir periode yang sama tahun sebelumnya.

5.Setor Rp 586 M, Liang Xian Jadi Investor Bank Mayapada

Bank milik taipan Dato' Sri Tahir, PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA) mendapatkan investor baru yakni Liang Xian Ltd yang berbasis di British Virgin Islands (BVI).

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Liang Xian masuk ke MAYA lewat mekanisme pelaksanaan penawaran umum terbatas (PUT) XIII untuk penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD/rights issue).

Liang Xian memborong saham MAYA sebanyak 1.466.033.913 saham MAYA di harga Rp 400 sehingga perusahaan ini menyetor dana sebesar Rp 586,41 miliar. Dengan begitu investor asing ini memegang 12,39% saham MAYA secara langsung dari sebelumnya nihil.

"Transaksi pembelian saham ini dilakukan pada 24 Maret 2021," kata Dirut Bank MAYA Hariyono Tjahjarijadi dan Sekretaris Perusahaan MAYA Jennifer Ann, dalam suratnya, dikutip Senin (5/4/2021).

6.Emiten Lo Kheng Hong Tekor Rp 208 M, Ini Pemicunya

Anak usaha Grup Indika, PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) melaporkan kinerja 2020. Perusahaan mencatatkan rugi bersih di sepanjang 2020 mencapai US$ 14,87 juta atau setara dengan Rp 208 miliar (kurs Rp 14.000/US$), padahal di 2019 perusahaan masih mencetak laba bersih US$ 1,47 juta atau setara Rp 21 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan MBSS yang dirilis pada Senin ini (5/4/2021), rugi bersih ini sejalan dengan pendapatan yang ambles pada tahun pandemi 2020. Pendapatan MBSS mencapai US$ 54,86 juta atau setara Rp 768 miilar, ambles 30% dari tahun sebelumnya US$ 77,84 juta atau setara Rp 1,09 triliun.

Dari sisi pendapatan, berdasarkan pendapatan jasa sewa muatan sebesar US$ 45,56 juta, anjlok dari sebelumnya US$ 60,86 juta, sementara pendapatan sewa berdasarkan waktu turun menjadi US$ 9,30 juta dari sebelumnya US$ 16,96 juta. Adapun berdasarkan pendapatan kapal tunda dan tongkang berkontribusi terbesar yakni mencapai US$ 28,11 juta, meski ambruk dari sebelumnya US$ 55,54 juta.

7.Tekor Rp 575 M, Saham Emiten Mertua Syahrini Masih Disuspensi

Harga saham emiten pengelola Plaza Indonesia, PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN), yang dipimpin oleh Rosano Barack, tercatat masih disuspensi alias dihentikan sementara oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga perdagangan awal pekan ini, Senin (5/4/2021). Sahamnya mentok di level Rp 2.450/saham.

Data BEI mencatat, suspensi dilakukan sejak 12 Januari 2021 lantaran belum memenuhi ketentuan free float (minimal saham publik) sebesar 7,5%. Berdasarkan laporan keuangan per Desember 2020, saham publik di PLIN hanya 2,99%.

Direktur PLIN Evy Tirtasudira mengatakan, guna memenuhi ketentuan V.1 Peraturan I-A, perseroan berencana menerbitkan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias rights issue.

Atas rencana tersebut, perseroan telah melakukan beberapa langkah persiapan di tahun 2020 yaitu antara lain dengan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 20 Maret 2020 untuk menyetujui rencana penerbitan HMETD dan telah menunjuk beberapa lembaga profesi penunjang pasar modal untuk membantu pelaksanaan HMETD.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular