Dahlan Iskan & Alarm Kebangkrutan BUMN Karya yang Berbunyi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Dahlan Iskan, Mantan Menteri BUMN meyakini ramalan para ekonom mengenai ketahanan BUMN Infrastruktur tinggal menunggu waktu akan terjadi. Posisi BUMN Karya digambarkan akan sulit atau sulit sekali.
Sektor konstruksi memang menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh pandemi Covid-19. Proyek-proyek konstruksi terpaksa mangkrak ketika Indonesia pertama kali kedatangan tamu tak diundang dari Wuhan, China.
Mangkraknya proyek ini tentu saja menyebabkan sektor konstruksi yang padat modal merugi parah akibat arus kas yang macet. Sementara beban keuangan yang jumbo akibat hutang usaha yang besar harus tetap dibayar.
Hal ini tentu saja tercermin dari laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya di tahun 2020 yang kinerjanya sangat tidak memuaskan. Beberapa BUMN Karya laba bersihnya terpaksa terpangkas hingga 90%.
Hal inilah yang menjadi perhatian Eks Menteri BUMN Dahlan Iskan yang menurunkan artikel Haus Kerongkongan. Dahlan menyoroti sejumlah BUMN Karya yang menghasilkan kinerja tak memuaskan di tengah gencarnya proyek infrastruktur.
![]() |
Dari seluruh BUMN Karya, terdapat 1 perusahaan yang kerugiannya amat parah apabila dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Adalah PT Waskita Karya Tbk (WSKT) yang pada tahun 2020 terpaksa membukukan rugi bersih Rp 7,38 triliun.
Rugi bersih yang amat masif ini menyapu bersih seluruh laba ditahan Waskita yang sudah dikumpulkan sejak perseroan pertama kali berdiri pada tahun 1973 sehingga ekuitas WSKT saat ini hanya tersisa Rp 7,53 triliun, lenyap lebih dari separuh tepatnya 57,88% dari posisi tahun lalu Rp 17,88 triliun.
Bahkan WSKT terpaksa membukukan rugi bruto sebesar Rp 1,97 triliun. Rugi bruto sendiri merupakan hal yang sangat negatif karena pendapatan usaha alias omset bahkan tidak dapat menutupi beban pokok pendapatan.
Perseroan yang mengalami rugi bruto, rugi bersihnya kemungkinan akan membengkak karena bahkan sebelum membayar beban penjualan, beban umum dan administrasi, dan beban pajak saja perseroan sudah rugi karena tak mampu menutupi beban pokok.
Alhasil, kerugian WSKT menyebabkan kas dan setara kas perseroan tersapu habis. Tercatat per akhir 2019 perseroan memiliki kas dan setara kas sebanyak Rp 9,2 triliun, sedangkan di akhir 2020 kas dan setara kas perseroan hanya tersisa Rp 1,2 triliun atau penurunan sebesar 87%.
Hal ini tentu saja sangat berbahaya bagi perusahaan yang padat modal seperti WSKT. Karena apabila kas menipis di tengah hutang perseroan yang membengkak yakni sebesar Rp 89 triliun maka resiko gagal bayar tentu saja akan meningkat apalagi di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang tidak jelas kapan akan usai.
Tercatat dari Rp 89 triliun utang WSKT, sebagian besar yakni Rp 48 triliun merupakan utang jangka pendek, sehingga perbandingan kas perseroan dengan utang jangka pendeknya atau biasa lebih dikenal dengan cash ratio berada di angka 2,5%.
Angka ini tentu saja menunjukkan posisi kas perseroan yang sangat mini dan potensi gagal bayar yang cukup tinggi dan tentunya akan terbuka peluang perseroan akan terjadinya kebangkrutan.
Sejatinya tak hanya WSKT yang merugi, akan tetapi anak usahanya juga terpantau membukukan rugi bersih parah yang tentu saja memberatkan entitas induk. Catat saja PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) tercatat mencetak rugi bersih Rp 4,75 triliun dan PT Waskita Toll Road yang merugi Rp 965 miliar.
Halaman Selanjutnya >> Bagaimana dengan WIKA dan Lainnya?
