Ya Ampun! Ada Saham LQ45 Drop 26%, tapi Ada Cuan 31% di Q1

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
01 April 2021 15:35
Ilustrasi IHSG

Jakarta, CNBC Indonesia - Dengan konstituen yang berisi 45 emiten dengan kapitalisasi pasar besar dan paling liquid di pasar, LQ45 biasa menjadi acuan para manajer investasi. Selain itu, fundamental perusahaan dan prospek emiten yang positif membuat indeks ini menarik untuk dikoleksi.

Lantas, bagaimana kinerja LQ45 beserta saham-saham anggotanya selama kuartal I atau 3 bulan pertama tahun ini?

Kinerja LQ45 sendiri sebenarnya tertekan selama 3 bulan pertama tahun ini. LQ45 sudah ambles 3,43% dalam 3 bulan. Persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tumbuh tipis 0,11% dalam 3 bulan belakangan.

Mengenai kinerja anggota LQ45, di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia menyusun daftar 10 besar saham penghuni 'elite club' LQ45, terdiri dari 5 besar saham dengan penguatan tertinggi dan 5 besar saham dengan penurunan terbesar dalam 3 bulan terakhir.

Adapun harga terakhir yang digunakan adalah harga penutupan pasar Rabu (31/3/2021).

Pertama, kita akan membahas 5 besar saham LQ45 dengan lonjakan terbesar.



Dari daftar di atas, emiten peternakan dan unggas (poultry) JPFA mencatatkan kenaikan paling tinggi dibandingkan 44 anggota LQ45 lainnya. Saham JPFA melesat 31,06 dalam 3 bulan terakhir.

Memang, saham ini terus tumbuh, baik dalam sepekan, sebulan, sampai year to date (YTD). Misalnya saja, dalam sebulan saham ini sudah melonjak 28,71, sementara secara YTD sudah melejit 39,25%.

Level terendah saham JPFA pada tahun ini terjadi pada 28-29 Januari 2021, ketika menyentuh Rp 1.360/saham. Setelah itu, saham ini terus berusaha mendaki hingga mencapai level tertinggi dalam 3 bulan terakhir pada 30 Maret, yakni Rp 2.010/saham.

Namun, kinerja keuangan perusahaan yang sudah berdiri sejak 1975 silam ini selama tahun pagebluk COVID-19 alias tahun lalu. Pada akhir tahun lalu JPFA mengalami penurunan laba bersih mencapai 48,06% secara tahunan (year on year/YoY).

Laba bersih perusahaan di akhir Desember 2020 turun menjadi Rp 916,71 miliar dari posisi Rp 1,76 triliun di akhir periode yang sama tahun sebelumnya.

Pendapatan perusahaan juga terkontrkasi pada 2020. Sepanjang tahun lalu pendapatan perusahaan mengalami kontraksi 4,90% YoY menjadi sebesar Rp 36,96 triliun. Nilai ini turun dari sebelumnya sebesar Rp 38,87 triliun pada 31 Desember 2020.

Penurunan laba bersih yang cukup besar ini terjadi karena adanya kerugian dari entitas yang bergabung senilai Rp 219,52 miliar. Padahal sebelumnya pos ini mencatatkan laba senilai Rp 89,94 miliar.

Entitas yang bergabung yang dimaksud adalah akuisisi PT So Good Food (SGF) oleh perusahaan di tahun lalu. Hal ini didasarkan atas Perjanjian Jual Beli tanggal 28 Agustus 2020 antara Jupiter Foods Pte Ltd dan Annona Pte Ltd selaku penjual dengan Perusahaan dan PT Ciomas Adisatwa yang merupakan anak usaha JPFA sebagai pembeli.

 

Berbeda nasib dengan saham JPFA, TBIG dkk di atas, saham emiten konstruksi pelat merah PTPP malah 'terjun bebas' dalam kuartal I tahun ini. Saham perusahaan yang sudah berdiri sejak 1953 ini anjlok dalam 26,54% selama 3 bulan ini.

Penurunan harga saham PTPP ini melebihi anjloknya saham emiten 'halo-halo' EXCL yang ambrol 23,44%.

Saham PTPP cenderung bergerak 'menuruni bukit' sepanjang kuartal I 2021. Setelah mencapai level tertinggi di Rp 2.230/saham pada 15 Januari 2021, saham ini mencapai titik terendah pada Rabu (31/3), yakni di posisi Rp 1.370.

Kinerja keuangan PTPP pun kurang menggembirakan. Sepanjang tahun lalu, PTPP membukukan penurunan laba bersih yang tajam hingga 84,28% secara tahunan (year on year/YoY).

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan, akhir tahun lalu laba bersih perusahaan tercatat sebesar Rp 128,75 miliar, jatuh dari posisi akhir 2019 yang senilai Rp 819,46 miliar.

Turunnya laba bersih ini disebabkan karena pendapatan perusahaan juga mengalami kontraksi 32,84% YoY menjadi sebesar Rp 15,83 triliun. Nilai ini turun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 23,57 triliun.

Kabar terbaru, sekitar dua pekan lalu, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan peringkat surat utang PTPP.

Surat utang tersebut adalah Obligasi Berkelanjutan II tahun 2018 dan tahun 2019 yang peringkatnya diturunkan menjadi idA dari idA .

Tidak hanya itu, Pefindo juga menurunkan peringkat Obligasi Perpetual (obligasi bunga abadi) Tahap I PTPP sebesar Rp 150 miliar menjadi idBBB dari sebelumnya idA-.

Sejalan dengan penurunan peringkat tersebut, Pefindo juga merevisi prospek peringkat perusahaan menjadi stabil dari sebelumnya negatif.

Asal tahu saja, indeks LQ45 adalah indeks pasar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terdiri dari 45 perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu di antaranya termasuk dalam 60 perusahaan teratas dengan kapitalisasi pasar tertinggi dalam 12 bulan terakhir, nilai transaksi tertinggi di pasar reguler dalam 12 bulan terakhir.

Selain itu, emiten tersebut telah tercatat di BEI selama minimal 3 bulan, memiliki kondisi keuangan, prospek pertumbuhan, dan nilai transaksi yang tinggi, serta mengalami penambahan bobot free float (saham publik) menjadi 100% yang sebelumnya hanya 60% dalam porsi penilaian. Indeks LQ45 dihitung setiap 6 bulan oleh Divisi Riset BEI.


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Dia 5 Saham Big Cap LQ45 Pencetak Cuan Gede

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular