
Sentuh Rekor Tinggi 7 Tahun, Dolar Australia Menguat 2% di Q1

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia sempat menyentuh Rp 11.300/AU$ di kuartal I-2021, tertinggi nyaris dalam 7 tahun terakhir pada 18 Maret lalu. Setelahnya, perlahan Mata Uang Negeri Kanguru ini memangkas penguatan.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia membukukan penguatan 2% melawan rupiah di 3 bulan pertama tahun ini. Pada perdagangan terakhir kuartal I, Rabu (31/3/2021), dolar Australia berada di level Rp 11.029,39/AU$.
Sementara pada perdagangan hari ini, Kamis (1/4/2021), AU$ 1 setara Rp 10.963,43, dolar Australia melemah 0,6% pada pukul 13:20 WIB.
Pemulihan ekonomi Australia, serta naiknya harga komoditas menjadi pemicu penguatan dolar Australia di kuartal I-2021. Pasar tenaga kerja Australia sudah jauh membaik, bahkan nyaris ke level sebelum virus corona menyerang dunia.
Biro Statistik Australia pada pertengahan Maret lalu melaporkan tingkat pengangguran di bulan Februari turun tajam menjadi 5,8% dari bulan sebelumnya 6,3%. Level tersebut merupakan yang terendah sejak Maret 2020.
Selain itu, sepanjang bulan Februari, perekonomian Australia menyerap 88.700 tenaga kerja, jauh lebih besar ketimbang bulan sebelumnya 29.500 tenaga kerja.
Pelaku pasar melihat dengan membaiknya pasar tenaga kerja maka bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) berpeluang menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan.
RBA saat ini menetapkan suku bunga di rekor terendah 0,1%, dan diproyeksikan baru akan dinaikkan pada 2024.
Gubernur RBA, Philip Lowe, mengatakan suku bunga masih akan tetap rendah sampai inflasi mencapai target 2% sampai 3%.
"Dewan Gubernur tidak akan menaikkan suku bunga sampai inflasi aktual secara substansial berada di dalam rentang 2% sampai 3%," kata Lowe.
Menurut Lowe, agar itu tercapai, pertumbuhan gaji harus lebih tinggi dari saat ini. Dan agar pertumbuhan bisa gaji bisa lebih tinggi maka pasar tenaga kerja perlu perbaikan lebih lanjut, hingga menjadi ketat.
Intinya, ketika pasar tenaga kerja semakin membaik, diikuti dengan pertumbuhan gaji, maka inflasi di Australia akan naik. Saat itu terjadi, suku bunga baru akan dinaikkan.
National Australia Bank (NAB) yang proyeksi terbarunya menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Negeri Kanguru menjadi 5% di tahun ini.
"Kami merevisi perkiraan produk domestik bruto (PDB) tahun 2021 menjadi 5% dari sebelumnya 4,5%, dan untuk tahun 2022 sebesar 3,9%," kata ekonom Tonu Kelly, ekonom NAB sebagaimana dilansir ABC, Rabu (24/2/2021).
Sementara itu harga bijih besi sepanjang kuartal I-2021 melesat sekitar 10% di Dalian Commodity Exchange China. Bahkan sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di awal Maret lalu di kisaran 1.185 yuan per ton.
Bijih besi berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor Australia, sehingga harganya yang melesat tentunya akan meningkatkan pendapatan ekspor.
Selain itu, sektor pertambangan juga berkontribusi 10,4% terhadap produk domestik bruto (PDB) Australia, menjadi yang paling besar dibandingkan sektor lainnya.
Oleh karena itu, harga komoditas memiliki korelasi positif yang kuat dengan dolar Australia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
