Awal Kuartal II-2020, Rupiah Stagnan di Rp 14.520/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 April 2021 15:42
Warga melintas di depan toko penukaran uang di Kawasan Blok M, Jakarta, Jumat (20/7). di tempat penukaran uang ini dollar ditransaksikan di Rp 14.550. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis (1/4/2021) yang merupakan perdagangan pertama kuartal II-2021. Di kuartal I lalu, rupiah membukukan pelemahan 3,4%.

Capital outflow menjadi pemicu pelemahan rupiah di bulan Maret. Menurut Bahana Sekuritas, di pasar saham terjadi capital outflow sebesar US$ 186 juta, dan di pasar obligasi sebesar US$ 1,33 miliar. Selain itu, permintaan akan dolar dari dalam negeri juga diprediksi meningkat saat musim pembayaran deviden dan utang.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.520/US$, setelahnya langsung melemah 0,48% ke Rp 14.590/US$.

Sepanjang perdagangan rupiah berada di zona merah, sebelum mengakhiri bangkit di menit-menit akhir dan menutup perdagangan dengan stagnan di Rp 14.520/US$.

Dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, kinerja rupiah cukup bagus, sebab mayoritas mengalami pelemahan. Hingga pukul 15:07 WIB, hanya peso Filipina, ringgit Malaysia, dan yen Jepang yang mampu menguat melawan dolar AS.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Kabar baik dan kurang sedap datang dari dalam negeri hari ini. data yang dirilis pagi tadi menunjukkan aktivitas manufaktur Indonesia meningkat tajam pada Maret 2021. Bahkan peningkatannya hingga mencapai posisi tertinggi sepanjang sejarah.

Aktivitas manufaktur, dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI), berada di 53,2 pada Maret 2021. Naik cukup tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,9 sekaligus menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah pencatatan PMI oleh IHS Markit yaitu sejak April 2011.

"Perbaikan yang menembus rekor ini didorong oleh pertumbuhan pesanan baru (new orders) dan produksi (output), keduanya mencapai angka tertinggi sejak survei dilakukan Produksi meningkat lima bulan beruntun karena dorongan permintaan baru," sebut keterangan tertulis IHS Markit, Kamis (1/4/2021).

Dengan tingginya permintaan dan produksi, perusahaan meningkatkan pemesanan bahan baku. Para responden optimistis bahwa peningkatan produksi akan bertahan lama (sustainable) setidaknya sampai tahun depan.

Data tersebut menunjukkan pemulihan ekonomi masih terus berjalan.

Namun, laju inflasi Indonesia masih dalam tren melambat. Ini menjadi sinyal bahwa sepertinya resesi belum mau pergi.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, inflasi umum pada Maret 2021 sebesar 0,08% secara bulanan (month-to-month/MtM) dan 1,37% secara tahunan (year-on-year/YoY). Sementara inflasi inti tercatat -0,03% MtM dan 1,21% YoY.

Realisasi ini melambat dibandingkan Februari 2021. Kala itu, inflasi umum adalah 0,1% MtM dan 1,38% YoY. Sedangkan inflasi inti 0,11% MtM dan 1,53% YoY.

Sejak Januari, laju inflasi terlihat semakin melambat. Bahkan inflasi inti secara YoY berada di posisi terendah sejak BPS mulai melaporkannya pada 2004.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular