Terbantu China, Kurs Dolar Australia Menguat ke Rp 11.050

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
31 March 2021 12:13
Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia menguat melawan rupiah pada perdagangan Rabu (31/2/2021). Mata Uang Negeri Kanguru ini mendapat sentimen positif dari sektor manufaktur China yang laju ekspansinya meningkat.

Pada pukul 11:31 WIB, AU$ 1 setara Rp 11.051,85, dolar Australia menguat 0,58% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Data dari China pagi ini menunjukkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur tumbuh menjadi 51,9 di bulan ini, dari bulan Februari lalu sebesar 50,6.

Selain itu PMI non-manufaktur juga membuat rebound signifikan ke 56,3, lebih tinggi dari perkiraan Bloomberg di 52,0. Ini menunjukkan kinerja yang lebih baik di industri jasa dan ekspektasi yang lebih tinggi untuk sektor-sektor yang terkena dampak paling parah seperti akomodasi dan pariwisata. 

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atasnya berarti ekspansi, di bawahnya menunjukkan kontraksi.

Ahli statistik senior NBS, Zhao Qinghe, mengatakan bahwa dengan kendali China atas wabah virus corona (Covid-19) memberi pengaruh positif. Permintaan konsumen kembali dan industri jasa mempercepat pemulihan.

Dengan laju ekspansi yang bertambah, artinya permintaan bahan baku dari Australia kemungkinan akan meningkat, dan harga-harga komoditas juga akan terangkat.
China merupakan tujuan ekspor utama Australia, sehingga kondisi perekonomian China dapat mempengaruhi Negeri Kanguru.

Bijih besi merupakan komoditas ekspor utama Australia, berkontribusi hingga 15% dari total ekspor. Belakangan ini harga bijih besi kembali menanjak. Data dari Investing menunjukkan, bijih besi naik 5 hari beruntun hingga 29 Maret, dengan total 8,5%.

Di sisi lain, rupiah sedang terpukul akibat memburuknya sentimen pelaku pasar. Memburuknya sentimen pelaku pasar terjadi akibat Archegos Capital, perusahaan aset manajemen, yang terkena margin call. Archegos tidak mampu menyediakan tambahan jaminan saat broker memintanya.

Ada kekhawatiran situasi di Archegos bakal berdampak sistemik. Nomura dan Credit Suisse disebut-sebut sebagai kreditur Archegos dalam perdagangan di pasar derivatif, sehingga dua bank kelas 'paus' itu tentu akan kena getahnya.

Alhasil, pelaku pasar melepas aset-aset berisiko dan memilih aset aman. Rupiah sebagai mata uang emerging market tentunya dianggap sebagai aset yang berisiko.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular