Rupiah Terpukul, Dolar Singapura Meroket ke Rp 10.800

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
31 March 2021 11:52
Singapore currency notes are seen through a magnifying glass among other currencies in this photo illustration taken in Singapore April 12, 2013. REUTERS/Edgar Su
Foto: REUTERS/Edgar Su

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura meroket melawan rupiah pada perdagangan Rabu (31/3/2021) hingga ke level tertinggi dalam 5 bulan terakhir. Memburuknya sentimen pelaku pasar membuat rupiah terpukul pada perdagangan hari ini.

Melansir data Refinitiv, dolar Singapura pagi ini melesat 0,6% ke Rp 10.796,76/SG$ di pasar spot. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 26 Oktober 2020.

Memburuknya sentimen pelaku pasar terjadi akibat Archegos Capital, perusahaan aset managemen, yang terkena margin call. Archegos tidak mampu menyediakan tambahan jaminan saat broker memintanya.

Ada kekhawatiran situasi di Archegos bakal berdampak sistemik. Nomura dan Credit Suisse disebut-sebut sebagai kreditur Archegos dalam perdagangan di pasar derivatif, sehingga dua bank kelas 'paus' itu tentu akan kena getahnya.

Alhasil, pelaku pasar melepas aset-aset berisiko dan memilih aset aman. Rupiah sebagai mata uang emerging market tentunya dianggap sebagai aset yang berisiko.

Di sisi lain, dolar Singapura perkasa menanti pengumuman kebijakan Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS).

MAS akan mengadakan pertemuan semi-annual pada bulan April. Para ekonom memprediksi belum akan ada perubahan kebijakan moneternya.

Di Singapura, tidak ada suku bunga acuan, kebijakannya menggunakan S$NEER (Singapore dollar nominal effective exchange rate). Kebijakan moneter, apakah itu longgar atau ketat, dilakukan dengan cara menetapkan kisaran nilai dan nilai tengah dolar Singapura terhadap mata uang negara mitra dagang utama. Kisaran maupun nilai tengah itu tidak diumbar kepada publik.

Pada rapat kebijakan moneter sebelumnya, MAS mengatakan "mempertahankan batas kebijakan apresiasi nol persen" dolar Singapura. MAS juga menyatakan kebijakan tersebut masih tepat untuk beberapa waktu ke depan.

Para ekonom memprediksi MAS masih belum akan merubah kebijakannya, meski inflasi di Singapura mulai menanjak.

Data dari pemerintah Singapura yang dirilis pekan lalu menunjukkan inflasi di bulan Februari tumbuh 0,7% year-on-year (YoY), melanjutkan pertumbuhan bulan sebelumnya.
Kenaikan harga-harga di bulan Februari tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2020, sebelum virus corona menyerang dunia, dan membuat perekonomian global mengalami resesi.

Selain itu, inflasi tersebut juga lebih tinggi dari konsensus pasar sebesar 0,6%.

Sementara itu inflasi inti juga tumbuh 0,2% YoY, lebih tinggi dari konsensus pasar sebesar 0,1%. Ini merupakan kali pertama inflasi inti tumbuh, setelah menurun dalam 10 bulan beruntun.

Inflasi inti Singapura tidak memasukkan harga mobil dan akomodasi dalam perhitungan, sebab pergerakan harganya sering terpengaruh oleh kebijakan pemerintah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular