
Waduh Gara-gara Ini, IHSG-Rupiah-SBN Tumbang Semua!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak ditutup melemah pada perdagangan Selasa (30/3/2021) kemarin, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah bersama-sama melemah pada perdagangan kemarin, sedangkan untuk SBN, imbal hasil (yield) mayoritas mengalami kenaikan dan harganya mengalami pelemahan.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambles 1,55% ke level 6.071,4 pada perdagangan kemarin. Data perdagangan mencatat sebanyak 122 saham saham menguat, 374 saham melemah, dan sisanya 133 saham mendatar.
Nilai transaksi bursa pada perdagangan kemarin mencapai Rp 10,4 triliun. Investor asing membukukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 366 miliar di seluruh pasar.
Asing melakukan penjualan bersih di saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 307 miliar dan PT Astra International Tbk (ASII) sebesar Rp 85 miliar.
Sedangkan beli bersih dilakukan asing di saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 36 miliar dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) Rp 17 miliar.
Di kawasan Asia, hanya IHSG saja yang melemah pada perdagangan kemarin, sedangkan indeks saham Asia lainnya mengalami penguatan, di mana indeks BSE Sensex India yang memimpin penguatan bursa saham Asia kemarin.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Selasa (30/3/2021).
Tekanan bursa saham datang dari dalam negeri, yakni kebijakan manajemen BPJS Ketenagakerjaan yang akan mengurangi porsi investasi di saham dan reksa dana.
Diketahui BPJS TK merupakan salah satu investor institusi raksasa sehingga apabila porsi investasi dikerdilkan berpotensi adanya arus uang keluar dari pasar modal dalam jumlah yang lumayan.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengungkapkan rencana pengurangan investasi tersebut dalam rapat dengar pendapat bersama Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dan Komisi IX DPR. Langkah ini dilakukan dalam rangka Asset Matching Liabilities (ALMA) Jaminan Hari Tua (JHT). Ada tiga strategi yang disampaikan BP Jamsostek.
"Pertama, strategi investasi dengan melakukan perubahan dari saham dan reksa dana ke obligasi dan investasi langsung sehingga bobot instrumen saham dan reksa dana semakin kecil," jelas Anggoro, Selasa (30/3/2021).
Selain itu sentimen global yakni badai margin call (permintaan penambahan kekurangan dana transaksi margin) yang menimpa saham perbankan AS juga memicu kekhawatiran seputar efeknya terhadap pasar keuangan global. Beberapa saham perbankan mengakui terkena forced sell (jual paksa) atas posisinya di short selling (jual kosong).
NEXT: Rupiah Tak Lagi Perkasa
Adapun nilai tukar rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (30/3/2021), melanjutkan kinerja negatif dalam beberapa pekan terakhir. Tetapi tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga melemah.
Melansir data Refinitiv, seperti biasa rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.440/US$. Tetapi setelahnya rupiah langsung melemah hingga 0,28% ke Rp 14.480/US$.
Posisi rupiah sedikit membaik, berada di level Rp 14.470/US$ pada penutupan perdagangan, melemah 0,21%.
Pelemahan rupiah cukup besar, tetapi bukan menjadi yang terburuk di Asia. Hingga penutupan pasar, rupee India menjadi yang terburuk dengan pelemahan 1%, disusul yen Jepang, dan baht Thailand
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia pada perdagangan Selasa (30/3/2021).
Sentimen pelaku pasar yang kurang bagus lagi-lagi memberikan tekanan bagi rupiah, dan mata uang Asia lainnya.
Memburuknya sentimen pelaku pasar terjadi akibat Archegos Capital, perusahaan asset management, yang terkena margin call. Archegos tidak mampu menyediakan tambahan jaminan saat broker memintanya.
Ada kekhawatiran situasi di Archegos bakal berdampak sistemik. Nomura dan Credit Suisse disebut-sebut sebagai kreditur Archegos dalam perdagangan di pasar derivatif, sehingga dua bank kelas 'paus' itu tentu akan kena getahnya.
Alhasil, pelaku pasar melepas aset-aset berisiko dan memilih aset aman seperti dolar AS.
"Dolar AS menguat karena peningkatan permintaan terhadap aset aman. Investor takut dan mencoba menghindar dari efek domino Archegos," ujar Karl Schamotta, Chief Market Strategist di Cambridge Global Payments yang berbasis di Toronto (Kanada), seperti diwartakan Reuters.
Namun, berbicara aset aman, yen tentunya termasuk di juga. Tetapi, yen pada hari menjadi yang terburuk kedua di Asia. Ada faktor lain lagi yang membuat dolar AS perkasa, yakni kenaikan yield obligasi (Treasury) AS.
Berdasarkan data dari situs World Government Bond, per Selasa (30/3/2021) pukul 17:15 WIB, yield surat utang pemerintah AS acuan tenor 10 tahun naik sebesar 3,6 basis poin ke level 1,753%.
Sepanjang tahun ini, bahkan sudah naik lebih dari 80 basis poin, dan berada di level tertinggi sejak Januari 2020. Kenaikan tersebut dipicu ekspektasi pemulihan ekonomi AS serta kenaikan inflasi, hal tersebut menjadi pemicu penguatan dolar AS.
NEXT: Harga SBN Loyo
Sementara itu, di tengah pelemahan kembali pasar saham RI dan nilai tukar rupiah, pada pasar obligasi pemerintah Indonesia, harga surat berharga negara (SBN) kembali melemah ditandai dengan kenaikan yield-nya pada perdagangan kemarin.
Mayoritas SBN acuan berbagai tenor cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan kenaikan yield-nya. Namun kenaikan yield tersebut tidak terjadi di SBN bertenor 1 tahun dengan seri FR0061 dan SBN berjatuh tempo 25 tahun dengan kode FR0067.
SBN dengan seri FR0061 mengalami penurunan yield sebesar 2 basis poin (bp) ke level 3,823%, sedangkan yield SBN dengan kode FR0067 masih stagnan di level 7,505%.
Sementara itu, yield SBN seri FR0087 dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali naik sebesar 3,8 bp ke level 6,794%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Selasa (30/3/2021).
Sedangkan di pasar obligasi (SBN) sentimen yang membuat yield SBN kembali naik adalah terkait kembali naiknya yield obligasi pemerintah AS (US Treasury).
Berdasarkan data dari situs World Government Bond, per Selasa (30/3/2021) pukul 17:15 WIB, yield surat utang pemerintah AS acuan tenor 10 tahun naik sebesar 3,6 basis poin ke level 1,753%.
Sementara jika dibandingkan posisi akhir tahun 2020, yield tersebut melesat sekitar 80 basis poin, dan berada di level tertinggi sejak Januari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi.
Ekspektasi pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat dari perkiraan, serta kenaikan inflasi membuat pelaku pasar melepas Treasury yang membuat yield-nya naik.
Alhasil, selisih yield Treasury dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit. Adapun pada sore hari ini waktu Indonesia, selisih (spread) antara yield SBN acuan tenor 10 tahun dengan yield Treasury AS yang berjatuh tempo 10 tahun sebesar 511,1 bp.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tercium Tanda Cuan, IHSG Sukses di Zona Hijau Pekan Ini
