
Erick Resmikan IBC, Sinyal Baik atau Biasa Saja buat ANTM Cs?

Ke depan tren penggunaan baterai nikel untuk mobil listrik bakal berkembang dengan pesat. Tentu saja ini akan menguntungkan ANTM yang memang salah satu portfolio bisnisnya di sektor tambang nikel.
Kendati keuntungan tak hanya dimonopoli ANTM tapi juga emiten nikel lain. Apalagi MIND ID, induk ANTM, juga membawahi PT Timah Tbk (TINS) dan memiliki 20% saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Sejumlah emiten batu bara juga mulai masuk tambang nikel, termasuk PT Harum Energy Tbk (HRUM).
Berdasarkan pemetaan Badan Geologi pada Juli 2020, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta tondan cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton. Sedangkan untuk total sumber daya logam mencapai 174 juta ton dan 68 juta ton cadangan logam.
Area Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara punya potensi yang terbesar di Indonesia sampai dengan saat ini. Indonesia juga menjadi salah satu produsen nikel terbesar di dunia dengan menyumbang 27% dari total produksi global.
Analis dan ekonom pun memberikanoutlook bullish untuk harga nikel akibat tren penjualan mobil listrik yang diramal bakal terus naik akibat sentimen commodity supercylce. Salah satu yang memberikan ramalan bullish tersebut adalah Goldman Sachs.
Bank investasi asal Wall Street itu memperkirakan target harga nikel akan menyentuh US$ 21.000/ton dalam periode 12 bulan ini. Goldman Sachs merevisi naik harga nikel dari sebelumnya US$ 16.000/ton.
Dalam update terbarunya Goldman Sachs memandang tren penjualan mobil listrik masih akan terus meningkat. Jika tidak dibarengi dengan upgrade penggunaan baterai dari nikel maka pasokan nikel diramal bakal defisit mulai dari 2023.
Prospek harga nikel dan mobil listrik yang cerah ini digadang-gadang menjadi katalis positif bagi kinerja keuangan ANTM. Kinerja keuangan ANTM yang biasanya sering angin-anginan secara kuartalan akibat harga komoditas yang tidak stabil diharapkan akan mampu konsisten menghijau di tahun-tahun mendatang.
Bahkan dengan hadirnya IBC ini produksi nikel yang sebelumnya mesti diekspor kini akan langsung memiliki standby buyer dari dalam negeri yang sehingga produksi bisa digenjot dengan aman.
Apalagi dengan dibentuknya IBC menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengembangkan industrik nikel lokal yang potensinya masih sangat besar dimana Ibu Pertiwi memiliki cadangan nikel sebanyak 21 juta mega ton.
Selain itu tercatat Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia dengan total produksi mencapai 800.000 mega ton per tahun, dua kali lipat dibandingkan dengan posisi kedua Filipina yang hanya mampu memproduksi sekitar 400 ribu mega ton nikel per tahun.
Di sisi lain, dari pasar saham, jelang penutupan sesi I, Senin ini (29/3), saham-saham nikel berguguran. Saham ANTM minus 4,12% di Rp 2.320/saham, INCO turun 1,50% di Rp 4.600, HRUM stagnan Rp 5.200, dan TINS (PT Timah) minus 3,43% di Rp 1.690/saham.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
