IBC Tonggak Baru Industri RI, Begini Sejarah Baterai Listrik

Ferry Sandria, CNBC Indonesia
26 March 2021 12:35
VW Beetle atau VW kodok yang diubah menjadi mobil listirk saat dipamerkan di Indonesia Electri Motor show di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (4/9). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: VW Beetle atau VW kodok yang diubah menjadi mobil listirk saat dipamerkan di Indonesia Electri Motor show di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (4/9). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia akan memasuki babak baru industri baterai listrik. Sore ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) segera mengumumkan pendirian Indonesia Battery Holding (IBH) yang bernama lengkap Indonesia Battery Corporation (IBC) yang dibentuk untuk mengelola industri baterai terintegrasi dari hulu sampai ke hilir di Tanah Air.

Dalam undangan yang didapat media nasional termasuk CNBC Indonesia, kementerian yang dipimpin Erick Thohir ini akan menggelar konferensi pers Pendirian Indonesia Battery Corporation (IBC) pada Jumat (26/3/2021) pukul 15.30 sore nanti.

Narasumber yang hadir di antaranya Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri BUMN (Pahala Mansury dan Kartiko Wirjoatmodjo), Dirut IBC, dan lainnya.

Sebenarnya seperti apa sejarah baterai listrik?

Salah satu penemuan paling luar bisa dan berpengaruh besar dalam mengubah pola hidup manusia selama 400 tahun terakhir adalah ditemukannnya listrik. Kata 'electricity' dalam Bahasa Inggris pertama kali digunakan pada tahun 1646 oleh Sir Thomas Browne, turunan dari kata latin 'electricus' yang dituliskan William Gilbert di dalam bukunya De Magnete.

Akan tetapi penggunaan praktikal baru mulai diterapkan pada pertengahan hingga akhir abad ke-19, itu pun masih dalam kondisi sangat terbatas.

Barang yang tampaknya adalah baterai pra-sejarah ditemukan di Baghdad pada tahun 1936, yang dikenal sebagai baterai Parthian, dan diyakini berusia 2000 tahun.

Terbuat dari guci tanah liat yang diisi larutan cuka dan batang besi berselimut silinder tembaga yang dimasukkan ke dalamnya, benda ini mampu menghasilkan listrik 1.1 hingga 2.0 volt.

Akan tetapi tidak semua ilmuwan percaya bahwa benda tersebut merupakan alat untuk menyimpan energi, sangat mungkin alat tersebut digunakan untuk pelapisan logam mengingat teknologi ini sudah ditemukan bangsa mesir kuno 4300 tahun lalu.

Pada tahun 1800, fisikawan asal Italia menemukan sel Volta, baterai pertama diperkenalkan ke dunia.

Pada tahun 1836, kimiawan Inggris berhasil mengembangkan dan memperbaharui baterai yang mampu memproduksi arus yang lebih stabil dari sebelumnya. Menggunakan teknologi ini, di tahun 1859, fisikawan Prancis berhasil menemukan baterai pertama yang bisa diisi ulang dari asam timbal. Kita lebih mengenal baterai ini sebagai aki mobil.

Baretai Nikel-Kadmium (NiCd) ditemukan tahun 1899, menggunakan nikel sebagai katoda dan kadmium sebagai anoda. Harga material yang lebih tinggi dari timbal membuat penggunaannya sangat terbatas.

Dua tahun setelahnya Thomas Alva Edison mencoba peruntungan dengan mengganti anoda kadmium dengan besi yang haranya lebih murah, baterai tersebut kemudian dikenal sebagai nikel-besi (NiFe).

Meski harganya menjadi lebih murah, ternyata mengganti kadmium dengan besi menyebabkan kerapatan energi baterai menjadi rendah, performa buruk pada suhu rendah dan tingginya self-dischard.

Self-dischard adalah kondisi dimana baterai menghabiskan daya meski tidak digunakan sama sekali. Alasan tersebut di atas membuat terbatasnya penggunaan baterai nikel-besi ini.

Selama bertahun-tahun, NiCd adalah satu-satunya baterai yang dapat diisi ulang untuk penggunaan secara portabel. Pada 1990-an, pemerhati lingkungan di Eropa mengemukakan keprihatian akan dampak lingkungan ketika baterai NiCd dibuang sembarangan.

Kadmium adalah logam berat yang berbahaya dan beracun. Alternatif dari baterai jenis adalah baterai nickel-matal-hydride (NiMH), baterai yang serupa tapi lebih ramah lingkungan.

Baterai litium mungkin adalah jenis yang paling umum dikenal, purwarupanya baru dikembangkan tahun 1985 dari hasil riset yang sebelumnya sudah ada. Baterai ini pertama kali dikomersilkan oleh Sony tahun 1991, selanjutnya banyak aktivitas riset terkait baterai ini dilaksanakan.

Selain memberi daya pada telepon seluler, laptop, kamera digital dan peralatan medis. Baterai litium ion juga digunakan untuk kendaraan listrik dan satelit. Baterai ini memiliki berbagi keunggulan, diantaranya memiliki energi spesifik yang tinggi, mudah diisi daya, perawatan rendah dan juga lebih ramah lingkungan.

Pada tahun 2019, John B. Goodenough, M. Stanley Whittingham and Akira Yoshino dianugerahi Penghargaan Nobel di bidang Kimia atas kontribusi mereka dalam mengambangkan baterai litium-ion.

Nah, balik ke Indonesia, Wakil Menteri I BUMN Pahala Nugraha Mansury mengatakan nantinya IBC ini bisa menjadi satu perusahaan yang bisa melakukan kerja sama dengan para calon mitra.

"Jadi satu perusahaan yang bisa melakukan penandatanganan kerja sama joint venture (jv) dengan para calon mitra," jelasnya dalam forum 'BUMN Media Talk, EV Battery: Masa Depan Ekonomi Indonesia' secara daring, Selasa (02/02/2021).

Menurutnya, rantai pasok dari industri baterai ini sangat panjang, mulai dari pertambangan, smelter, pembuatan pabrik prekursor, dan lainnya.

"Nah memayungi semua value chain itu Indonesia Battery Corporation (Indonesia Battery Holding) ini. Dimiliki empat perusahaan, MIND ID, Antam, PLN, dan Pertamina. Kita selalu sampaikan kita harus terintegrasi," jelas mantan Dirut Bank BTN ini.

Di sisi hulu ada Antam, MIND ID, dan di sisi hilir ada Pertamina dan PLN. Menurtu dia, holding yang sudah dibentuk ini bisa melakukan kerja sama dengan calon mitra potensial, seperti dari China, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan negara Eropa.

"Memang 3-4 negara-negara ini para pemain global bisa bawa uang, bawa teknologi, dan bawa pasar, sehingga apa yang diproduksi di masing-masing bagian dari value chain produk EV maupun baterai kita kerjasamakan," ungkapnya.

Adapun Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik, Agus Tjahajana Wirakusumah mengungkapkan empat BUMN tersebut mendapatkan persentase kepemilikan saham yang sama.

"Porsi kepemilikan saham masing-masing BUMN pada konsorsium IBC adalah sebesar 25% dengan tujuan untuk menjaga netralitas dan akuntabilitas, mendorong sinergi dan penyelarasan sepanjang ekosistem EV baterai," kata Agus, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (01/02/2021).

Pahala menegaskan pembentukan IBC ini ditargetkan bakal terbentuk pada semester I tahun ini.

"Kami harap pembentukan IBH bisa dibentuk di semester satu tahun ini. Sudah ada diskusi empat badan usaha itu, juga sudah ada diskusi awal dengan para calon mitra, timeline semester I tahun ini," ungkapnya.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cek! Biar Ngerti, Ini 10 Parameter Pemilihan Baterai Listrik

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular