IHSG Nyungsep 4 Hari, Ternyata Asing Obral 15 Saham Blue Chip

tahir saleh, CNBC Indonesia
26 March 2021 06:50
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank-bank berkapitalisasi pasar besar di atas Rp 100 triliun (big cap) masih ramai dilepas investor asing pada perdagangan Kamis kemarin (25/3/2021) mulai dari PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) hingga PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).

Tekanan jual asing yang juga terjadi di saham blue chip (unggulan) di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini memberikan tekanan bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada perdagangan kemarin, indeks acuan BEI ini kembali merosot di zona merah, melanjutkan pelemahan sejak 3 hari sebelumnya.

Data BEI mencatat, IHSG turun 0,54% ke posisi 6.122,87 pada penutupan sesi II perdagangan kemarin.

Menurut data BEI, ada 149 saham naik, 343 saham merosot dan 146 saham stagnan, dengan nilai transaksi mencapai Rp 10,46 triliun dan volume perdagangan mencapai 17,41 miliar saham.

Dengan demikan sudah 4 hari beruntun IHSG ambruk parah tanpa ada perlawanan. IHSG terkoreksi sejak perdagangan awal pekan Senin (22/3/21). Hanya dalam 4 hari perdagangan IHSG ambruk dari level 6.356,16 ke level 6.122,87 atau koreksi 3,68%.

Minat investor bertransaksi selama 4 hari ini juga tergolong kecil dengan nilai transaksi sebesar Rp 42,4 triliun atau rata-rata Rp 10,6 triliun per hari selain itu terpantau investor asing juga menjual bersih Rp 853 miliar di pasar reguler selama 4 hari atau rata-rata penjualan Rp 213 miliar per hari.

Khusus perdagangan kemarin, asing keluar dari Indonesia dengan catatan jual bersih asing (net sell) mencapai Rp 333,25 miliar di pasar reguler. Sementara, asing mencatatkan beli bersih (net buy) di pasar negosiasi dan pasar tunai sebesar Rp 14,35 miliar.

Berikut saham-saham yang dilepas asing di pasar reguler pada perdagangan Kamis kemarin.

15 Top Net Foreign Sell (Reguler), Kamis (25/3)

1. Bank Central Asia (BBCA), net sell Rp 212 M, saham -1,09% Rp 31.850

2. Bank BRI (BBRI), Rp 56 M, saham -1,07% Rp 4.620

3. Indofood CBP (ICBP), Rp 54 M, saham -3,24% Rp 8.950

4. Bank Mandiri (BMRI), Rp 51 M, saham -0,39% Rp 6.400

5. Astra (ASII), Rp 49 M, saham flat Rp 5.450

6. Indofood Sukses (INDF), Rp 33 M, saham -1,49% Rp 6.625

7. Bank Negara Indonesia (BBNI), Rp 31 M, saham -0,84% Rp 5.900

8. Bukit Asam (PTBA), Rp 22 M, saham -1,82% Rp 2.690

9. Adaro (ADRO), Rp 16 M, saham -1,63% Rp 1.205

10. Semen Indonesia (SMGR), Rp 11 M, saham -2,17% Rp 11.275

11. Charoen Pokphand (CPIN), Rp 10 M, saham +1,11% Rp 6.850

12. Media Nusantara (MNCN), Rp 6 M, saham -0,98% Rp 1.015

13. Mitra Adiperkasa (MAPI), Rp 5,9 M, saham -2,58% Rp 755

14. Bank Jago (ARTO), Rp 5,9 M, saham -1,57% Rp 9.425

15. Ciputra Development (CTRA), Rp 5 M, saham flat Rp 1.110

Mengacu data BEI, di tempat pertama, BBCA dilepas asing dengan nilai terbesar Rp 212 miliar dalam sehari. Sepekan asing sudah keluar dari saham bank Grup Djarum ini Rp 921 miliar di pasar reguler. Sebulan terakir asing keluar Rp 1,4 triliun.

Kemarin, nilai transaksi saham BBCA mencapai Rp 758 miliar dengan volume perdagangan 23,8 juta saham. Kapitalisasi pasar BCA terbesar di BEI yakni menembus Rp 785 triliun.

NEXT: Ada Apa dengan Bank BRI

Saham dengan tekanan jual terbesar kedua yakni saham BBRI. Bank BUMN khusus pembiayaan UMKM ini juga dilepas asing kemarin di tengan resminya bank BUMN ini menentukan besaran pembagian dividen atas laba bersih 2020. Meski demikian dalam sebulan terakhir asing sebetulnya masih net buy di saham BBRI Rp 295 miliar.

Dalam RUPST yang digelar kemarin, pemegang saham menyetujui BRI membagikan dividen sebesar Rp 12,1 triliun untuk tahun buku 2020. Dividend pay out ratio atau rasio dividen dari laba bersih tersebut meningkat menjadi 65% dari tahun sebelumnya di level 60%.

Menurut Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto, pembagian dividen sebesar 65% dari laba bersih tahun 2020 sebesar Rp 18,6 triliun tersebut telah mempertimbangkan beberapa proyeksi pertumbuhan bisnis perseroan.

Selain itu, pembagian dividen tersebut juga untuk menjaga struktur permodalan yang kuat dalam mengantisipasi risiko yang berpotensi terjadi.

"Dengan rasio dividen 65%, kami sudah menghitung CAR [Capital Adequacy Ratio] kami tetap terjaga di atas 18%m dengan demikian perseroan menilai cukup untuk memenuhi ketentuan Basel III dan PSAK 71," tutur Catur Budi Harto, dalam konferensi pers usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan 2021 secara virtual, Kamis (25/3/2021).

Meski lebih tinggi dari tahun lalu, pembagian dividen tersebut diyakini juga tidak akan menghambat rencana ekspansi bisnis BRI, baik secara organik maupun anorganik.

"Perseroan juga masih punya ruang yang cukup untuk tumbuh baik organik maupun anorganik untuk antisipasi risiko yang muncul dalam pengelolaan bank," ujarnya.

Sementara itu sisa pembagian dividen yakni sebesar 35% atau Rp 6,5 triliun akan digunakan sebagai saldo laba ditahan.

Adapun dividen dari laba bersih BRI yang menjadi bagian negara sebagai pemegang 56,75% saham nilainya sebesar Rp 6,88 triliun.

Catur melanjutkan, secara umum kinerja keuangan konsolidasian pada tahun lalu tetap tumbuh di atas industri perbankan nasional. Hal tersebut terefleksi dari total aset BRI yang mencapai Rp 1.511,8 triliun atau tumbuh 6,7% year-on-year (yoy) dengan pertumbuhan kredit mencapai 3,9% (yoy) atau menjadi Rp 938,4 triliun dengan komposisi Kredit segmen UMKM mencapai 82,1%.

Sementara itu NPL Gross BRI tercatat 2,99% dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh 9,8% pada 2020 menjadi Rp 1.121,1 triliun dengan rasio CASA (Current Account Saving Account alias dana murah) sebesar 59,7%.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Banyak Sentimen Baik, Cek Rekomendasi Saham Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular