
Strategi Pemerintah Tarik Utang Saat Yield Obligasi AS Tinggi

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi pasar keuangan global penuh dinamika pasca kenaikan yield US Treasury secara drastis. Atas dasar ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan sangat berhati-hati dalam penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
"Ya kita mengelola se-prudent mungkin, kita betul-betul perhatikan pasar dan mencari titik-titik kita masuk ke pasar," ungkap Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (23/3/2021)
UST mengalami kenaikan sampai dengan 85% menjadi 1,7% akibat pemulihan ekonomi AS yang diproyeksi lebih cepat. Inflasi yang turut meningkat diyakini pasar menuntut Bank Sentral AS the Fed untuk menaikkan suku bunga acuan. Walaupun Ketua the Fed Jerome Powell sudah memastikan hal itu tidak akan terjadi sampai inflasi 2%.
Kondisi ini ikut mendorong kenaikan yield SBN dalam negeri sebesar 11%. Di sisi lain juga terjadi dana asing yang keluar cukup besar sehingga membuat nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS.
Beberapa kali lelang SBN yang dilakukan oleh Kemenkeu, realisasinya cukup rendah. Padahal kebutuhan pembiayaan di tahun ini cukup besar seiring dengan pelebaran defisit anggaran menjadi 5,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kita punya kebutuhan biaya defist 5,7% dari PDB. Kalau kita mau biayain itu kita harus smart masuk pasar," jelasnya.
Suahasil menambahkan, pihaknya juga akan tetap mendorong peningkatan penerimaan agar tidak bergantung dari pembiayaan.
"Tapi tidak sekedar andalkan utang, kita juga mengandalkan penerimaan pajak dan penerimaan pajak adalah pembiayaan pembangunan yang utama," ujar Suahasil.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Yield US Treasury 1O Tahun Tembus ke Level 1,6%