Analisis

Jangan Kaget! Saham Emiten Emas ANTM-MDKA Cs Jeblok Terus

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
23 March 2021 07:59
Tambang emas bawah tanah Pongkor, Jawa Barat, milik Antam (Doc.Antam)
Foto: Tambang emas bawah tanah Pongkor, Jawa Barat, milik Antam (Doc.Antam)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku pasar tampaknya cenderung tidak banyak mengoleksi saham-saham emiten emas akhir-akhir ini. Hal tersebut dalam terlihat dari kinerja saham-saham emiten produsen logam kuning tersebut yang anjlok dalam sebulan terakhir.

Bahkan, dalam kurun 30 hari terakhir, salah satu dari emiten tersebut ada yang sudah ambles sebesar 19%.

Lantas, emiten mana yang mencatatkan kinerja paling jeblok dalam sebulan?

Berikut pergerakan harga saham emiten logam mulia emas dalam sebulan dan year to date (YTD), hingga perdagangan Jumat pekan lalu (19/3/2021).

Dari tabel di atas, ada tiga saham yang mencatatkan kinerja paling negatif di antara yang lainnya, yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Wilton Makmur Indonesia Tbk (SQMI).

NEXT: Analisis Tiga Saham Emiten Emas

Antam (ANTM)

Saham emiten emas pelat merah ANTM mencatatkan kinerja saham paling ambles, yakni sebesar 19,06% dalam sebulan. Sebenarnya, secara YTD saham ini malah melesat sebesar 219,15%.

Menariknya, merosotnya saham emiten yang didirikan pada 1968 ini diwarnai aksi beli bersih oleh asing senilai Rp 1,06 triliun dalam sebulan. Asing juga tercatat ramai-ramai membeli ANTM Rp 1,71 triliun secara YTD.

Sementara, pada Jumat (19/3/2021), ANTM ditutup memerah 1,75% ke Rp 2.250/saham. Praktis, selama sepekan lalu saham ini hanya sekali di zona hijau, yakni pada Rabu (17/3) ketika menguat 1,32%. Dengan demikian, selama seminggu saham ANTM juga merosot 7,02%.

Adapun saham ANTM ditutup naik tipis 0,44% di level Rp 2.260/saham pada perdagangan Senin (22/3). Meski demikian, sebulan saham emiten di bawah Grup MIND ID ini masih minus 21,53%.

Baru-baru ini, ANTM melaporkan kinerja keuangan yang positif di tahun lalu. Pasalnya, laba bersih perusahaan selama 2020 meroket hingga 492,90% secara tahunan (year on year (YoY) menjadi Rp 1,14 triliun dari Rp 193,85 miliar.

Dalam keterangan resminya, ANTM menargetkan produksi emas sepanjang 2021 sebanyak 1,37 ton emas dari tambang Pongkor (Bogor, Jawa Barat) dan Cibaliung (Banten) dan target penjualan sebanyak 18 ton emas.

Sebagai perbandingan, tahun lalu secara akumulatif, capaian kinerja unaudited produksi dan penjualan emas Antam sepanjang 2020 masing-masing sebesar 1.672 kg atau 1,67 ton (53.756 t oz) dan 21.797 kg atau 21,79 ton (700.789 t oz).

Artinya, target tahun ini target produksi turun 17,9% dan target penjualan turun 17,39%.

Penjualan emas 2020 ini turun sebesar 36% dari tahun sebelumnya yakni sebesar 34.023 kg. Sedangkan, dari sisi produksi juga terkoreksi 17% dari tahun sebelumnya yakni 1,963 kg dari tambang yang sama.

Merdeka Copper (MDKA)

Saham MDKA juga tercatat anjlok 9,06% dalam sebulan terakhir. Namun secara YTD, saham emiten Grup Saratoga milik Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno ini sudah melejit 91,27%.

Meskipun ambles, asing mencatatkan beli bersih Rp 45,24 miliar selama sebulan.

Mirip dengan ANTM, kemarin MDKA ditutup merosot 1,23% ke Rp 2.410/saham. Dalam sepekan saham yang melantai di bursa sejak 2015 silam ini hanya menghijau pada Kamis (18/3). Dengan demikian, saham MDKA sudah menyusut 3,21% dalam seminggu terakhir.

Adapun pada perdagangan Senin (22/3), saham MDKA ditutup turun 1,66% di level Rp 2.370/saham dan sebulan minus 9,89%.

Kabar terbaru, pada awal Maret ini, MDKA telah melaksanakan penambahan modal melalui skema tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement sebanyak 1 miliar saham baru.

Dalam private placement tersebut, Macquarie Capital Limited, perusahaan keuangan asal Australia, menyerap seluruh saham baru yang diterbitkan MDKA dengan nilai pelaksanaan Rp 2.420 per saham pada 4 Maret 2021.

Dengan demikian, nilai yang disetor Macquarie Limited kepada MDKA sebesar Rp 2,43 triliun. Tanggal pencatatan saham pelaksanaan private placement tersebut pada 5 Maret 2021. Jumlah saham MDKAyang beredar setelah private placement ini menjadi sebesar 22,90 miliar saham dari sebelumnya 21,89 miliar saham.

Adapun dana yang diperoleh dari private placement tersebut akan digunakan perseroan maupun entitas anak untuk keperluan belanja modal dan atau kebutuhan modal kerja.

Sebelumnya, sampai dengan September 2020, MDKA mencatatkan penurunan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar 13,6% menjadi US$ 57,19 juta dari periode yang sama pada tahun sebelumnya US$ 66,19 juta.

Sementara itu, dari sisi pendapatan mengalami penurunan 8,5% menjadi US$ 296,53 juta dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar US$ 324,28 juta.

Wilton Makmur (SQMI)

Saham ketiga, SQMI, juga tercatat sudah ambrol 6,51% selama sebulan ini. Meskipun, secara YTD saham ini menguat 32,77%.

Pada perdagangan Jumat pekan lalu (19/3), saham emiten yang dulu bernama Renuka Coalindo stagnan di harga Rp 316/saham. Selama sepakan, saham emiten yang berdiri pada 2000 ini juga tak mencatatkan pergerakan alias 'jalan di tempat'.

Adapun pada Senin (22/3), saham SQMI turun 3,16% di level Rp 306/saham dengan koreksi sebulan 12%.

Menurut laporan aktivitas eksplorasi Februari 2021 di keterbukaan BEI, perusahaan saat ini sedang berfokus pada kegiatan pembangunan pabrik pengolahan emas di Ciemas, Sukabumi, Jawa Barat, dengan kapasitas 500 ton per hari yang telah mencapai tahap akhir konstruksi.

Sebelumnya, berdasarkan materi public expose pada akhir Desember 2020, manajemen SQMI melaporkan kemajuan fasilitas pengolahaan emas tersebut telah lebih dari 95%. SQMI kembali melanjutkan pembangunan pabrik ini setelah sempat mandeg akibat pandemi Covid-19 pada 2020 lalu.

Menilik kinerja keuangan perusahaan, per September 2020, SQMI masih mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 44,85 miliar. Raihan tersebut membaik dari periode yang sama tahun sebelumnya, yang membukukan rugi bersih senilai RP 145,17 miliar.

Adapun pendapatan perusahaan dari penjualan emas dore pada kuartal III tahun lalu sebesar RP 3,94 miliar. Malahan, pada September 2019, perusahaan ini tidak mencatatkan penjualan sama sekali.

Pada 30 September 2019, pihak BEI sempat mensuspensi atau menghentikan sementara perdagangan saham SQMI (waktu itu masih bernama Renuka Coalindo), sebelum akhirnya dicabut pada 25 Oktober 2019.

Hal ini terjadi lantaran emiten ini tidak membukukan pendapatan usaha selama semester I-2019.

Kemudian, pada akhir September 2019 hingga Oktober 2019, SQMI sempat melakukan agenda tender offer atau penawaran tender saham publik yang diwajibkan oleh otoritas setelah perusahaan tambang ini dicaplok investor baru.

Induk usaha baru dari SQMI waktu itu, yakni Wilton Resources Holding Pte. Ltd., melakukan tender offer wajib atas 1,5% saham SQMI yang beredar di publik.

Wilton Resources Holding kala itu baru menjadi pemegang saham pengendali SQMI, setelah perusahaan ini menyerap seluruh saham yang diterbitkan dalam Penawaran Umum Terbatas (PUT) I dengan total nilai transaksi senilai Rp 3,76 triliun.

Jumlah saham yang diserap waktu itu mencapai 15,06 miliar atau setara dengan kepemilikan 96,95%. Adapun berdasarkan data terbaru Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Wilton Resources Holding menguasai 89,99% atau 13,98 miliar saham SQMI per 18 Maret 2021.

Setelah transaksi tersebut dilakukan, Renuka (nama sebelumnya dari Wilton Makmur Indonesia) praktis langsung akan berganti bisnis dari batu bara menjadi pertambangan emas. Wilton Resources Holding (WRH) adalah perusahaan terbatas yang didirikan pada 21 Oktober 2011 di Singapura.

Tujuan dari pengendalian tersebut adalah untuk memperluas kegiatan usaha WRH di Indonesia. Bisnis WRH beragam, tapi saat ini mereka fokus pada industri pertambangan emas di regional Asia.

Kemudian, setelah melalui persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Oktober 2019, Renuka Coalindo resmi berganti nama menjadi Wilton Makmur Indonesia per November 2019.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular