
Paris 'Digembok', Rupiah Ikut Prihatin...

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bergerak melemah. Berbagai sentimen negatif, terutama dari sisi eksternal, terus menghantui pasar keuangan Tanah Air.
Pada Senin (22/3/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.400 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu alias stagnan.
Namun beberapa menit kemudian rupiah masuk jalur merah. Pada pukul 09:05 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.430 di mana rupiah melemah 0,21%.
Sepanjang minggu kemarin, rupiah melemah 0,14% di hadapan dolar AS secara point-to-point. Meski masih terdepresiasi, tetapi lajunya melambat karena pekan sebelumnya pelemahan mata uang Ibu Pertiwi mencapai 0,63%.
Seperti minggu-minggu lalu, kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS masih menjadi momok bagi pasar keuangan dunia. Sepanjang pekan lalu, yield US Treasury Bonds tenor 10 tahun naik 9,7 bps secara point-to-point.
Pada perdagangan akhir pekan, yield instrumen ini ditutup di 1,732%. Ini adalah yang tertinggi sejak 23 Januari 2020.
Kenaikan yield obligasi pemerintah AS didorong oleh tingginya ekspektasi inflasi di Negeri Paman Sam. Bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) dalam proyeksi terbarunya memperkirakan laju inflasi pada akhir tahun bisa mencapai 2,4%. Lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yakni 1,8%.
Percepatan laju inflasi bisa membuat The Fed menaikkan suku bunga acuan lebih cepat. Saat suku bunga naik, maka yield (yang sangat sensitif terhadap suku bunga) akan ikut terkerek.
Di sini kita bicara tentang obligasi pemerintah AS, aset yang sangat aman anti gagal bayar (default). Sudah aman, kini aset itu memberikan keuntungan dengan yield yang semakin tinggi.
Akibatnya, investor terus mengalihkan fokus ke pasar obligasi pemerintah AS. Perburuan terhadap dolar AS meningkat sebagai persiapan untuk mengoleksi US Treasury Bonds.
Sepanjang pekan lalu, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,26% secara point-to-point. Jika minat investor terhadap obligasi pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden masih tinggi, maka dolar AS bakal terus berada di jalu hijau tanpa persaingan yang berarti.
Halaman Selanjutnya --> Paris 'Digembok' Lagi
