IHSG Cuma Drop Tipis Pekan Ini, Saat Bursa Utama Dunia Rontok

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 March 2021 11:20
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah tipis 0,03% ke 6.356,16 sepanjang pekan ini. Dalam 5 hari perdagangan, IHSG mampu selama 2 hari beruntun pada Kamis dan Jumat. Data pasar mencatat, dalam sepekan investor asing melakukan aksi beli bersih Rp 978 miliar di pasar reguler, dengan nilai transaksi mencapai Rp 57,6 triliun.

IHSG tidak sendirian, beberapa bursa saham utama dunia melemah di pekan ini. di Asia, indeks Shanghai Composite China merosot 1,4%, kemudian Kospi Korea Selatan turun 0,49%, dan SET Thailand minus 0,27%.

Sementara Nikkei Jepang, Hang Seng Hong Kong, Strait Times Singapura hingga FTSE Malaysia mampu menguat.

Dari Benua Biru, indeks FTSE Inggris turun 0,78%, sementara DAX Jerman berhasil menguat 0,82%.

Kemudian kiblat bursa saham dunia, Wall Street, masuk ke zona merah. Ketiga indeks utama melemah, dipimpin Nasdaq sebesar 0,79%, kemudian S&P 500 0,77%, dan Dow Jones 0,46%.

Pelemahan Wall Street tersebut membuat IHSG beserta bursa saham lainnya ikut masuk ke zona merah. Sepanjang pekan ini, kenaikan yield obligasi (Treasury) AS menjadi penekan pasar saham.

Bank sentral AS (The Fed) di pekan ini mengumumkan hasil rapat kebijakan moneternya. The Fed sebelumnya diperkirakan akan menjalankan Operation Twist guna meredam kenaikan yield tersebut.

Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.

Mark Cabana, ahli strategi suku bunga di Bank of America Global Research, mengatakan Operation Twist merupakan kebijakan yang sempurna untuk meredam gejolak di pasar obligasi.

"Operation Twist, dengan menjual obligasi tenor rendah dan membeli tenor panjang secara simultan adalah kebijakan yang sempurna menurut pandangan kami," kata Cabana, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (1/3/2021).

Nyatanya, dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed malah tidak mempermasalahkan kenaikan yield Treasury tersebut.

The Fed masih cukup nyaman dengan kenaikan yield Treasury, selama itu merupakan respon dari membaiknya perekonomian. Alhasil, yield Treasury terus menanjak.

Kemarin yield Treasury AS tenor 10 tahun naik 0,3 basis poin ke 1,7320%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan The Fed belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25% dan program quantitative easing (QE) belum dijalankan.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Perekonomian RI Mulai Menggeliat, BI Tahan Suku Bunga

Kabar baik datang dari dalam negeri di pekan ini, impor akhirnya mengalami pertumbuhan. Badan Pusat Statistik pada Senin (15/3/2021) melaporkan pada periode tersebut, total ekspor tercatat US$ 15,27 miliar atau mengalami kenaikan 8,56% dibandingkan pada Februari 2020 (year-on-year/YoY) yang mencapai US$ 14,06 miliar.
Sementara impor Indonesia pada Februari 2021 tercatat sebesar US$ 13,26 miliar, naik 14,86% dibanding Februari 2020.

Kenaikan impor tersebut menjadi yang pertama setelah berkontraksi selama 19 bulan beruntun. Kenaikan impor tersebut menjadi kabar baik, sebab menjadi pertanda perekonomian dalam negeri mulai menggeliat.

Sementara itu Bank Indonesia (BI) dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis (18/3/2021) untuk mempertahankan suku bunga acuan. Ini sesuai dengan ekspektasi pasar.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Maret 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," sebut Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG edisi Maret 2021, Kamis (18/3/2021).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate bertahan di 3,5%.

Untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut, BI, kata Perry akan lebih mengoptimalkan kebijakan makroprudensial akomodatif, akselerasi pendalaman pasar uang, dukungan kebijakan internasional, serta digitalisasi sistem pembayaran.

BI juga menjelaskan perekonomian global berpotensi tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, meskipun belum berjalan seimbang dari satu negara ke negara lain.

Di sisi lain, perbaikan perekonomian domestik diperkirakan akan berlanjut, didorong oleh pemulihan ekonomi global, implementasi vaksinasi, dan sinergi kebijakan nasional. Tercermin dari meningkatnya kinerja ekspor dan akselerasi program vaksin nasional dan disiplin penerapan protokol kesehatan Covid-19.

"Akselerasi program vaksin nasional dan disiplin dalam penerapan protokol Covid-19 diharapkan dapat mendukung proses pemulihan ekonomi domestik. Selain itu, untuk mendorong permintaan domestik lebih lanjut, sinergi kebijakan ekonomi nasional terus diperkuat," tuturnya.

"Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2021 diprakirakan akan meningkat pada kisaran 4,3% sampai 5,3%," kata Perry melanjutkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Belum Ada Sinyal Kuat Tentukan Arah IHSG Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular