
FYI! Lawan Dolar AS, Rupiah Sudah Melemah 5 Pekan Beruntun

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar rupiah melemah 0,07% melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan ini. Dalam lima hari perdagangan, rupiah hanya mampu menguat sekali pada Kamis (18/3/2021) lalu.
Meski pelemahan tidak terlalu besar, tetapi rupiah kini sudah melemah dalam 5 pekan beruntun. Selama periode tersebut, Mata Uang Garuda melemah 3,08%.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan Bank Indonesia (BI) yang mengumumkan kebijakan moneter di pekan ini menjadi fokus utama pelaku pasar. Perhatian tertuju pada kebijakan moneter The Fed di saat yield obligasi (Treasury) AS terus menanjak.
Kenaikan tersebut membuat selisih dengan yield Surat Berharga Negara (SBN) menyempit, dan memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia.
Yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun hari ini naik 6,9 basis poin ke 6,821%. Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, ketika yield naik harga sedang turun begitu juga sebaliknya.
Ketika harga sedang turun, artinya sedang ada aksi jual. Sehingga kenaikan yield bisa menjadi indikasi adanya capital outflow di pasar obligasi, yang pada akhirnya menekan rupiah.
Melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) pada periode 1 sampai 16 Maret, investor asing melepas kepemilikan SBN lebih Rp 20 triliun. Capital outflow tersebut lebih besar ketimbang sepanjang bulan Februari Rp 15 triliun.
Kemarin yield Treasury AS tenor 10 tahun 0,3 basis poin ke 1,7320%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan The Fed belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25% dan program quantitative easing (QE) belum dijalankan.
The Fed sebelumnya diperkirakan akan menjalankan Operation Twist guna meredam kenaikan yield tersebut.
Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.
Mark Cabana, ahli strategi suku bunga di Bank of America Global Research, mengatakan Operation Twist merupakan kebijakan yang sempurna untuk meredam gejolak di pasar obligasi.
"Operation Twist, dengan menjual obligasi tenor rendah dan membeli tenor panjang secara simultan adalah kebijakan yang sempurna menurut pandangan kami," kata Cabana, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (1/3/2021).
Nyatanya, dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed malah tidak mempermasalahkan kenaikan yield Treasury tersebut.
The Fed masih cukup nyaman dengan kenaikan yield Treasury, selama itu merupakan respon dari membaiknya perekonomian. Alhasil, yield Treasury terus menanjak dan terus menekan rupiah.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> BI Yakin Rupiah Masih Akan Menguat