Dihantam Profit Taking, Saham BBCA & BBRI Cs Ikut Terkapar

Putra, CNBC Indonesia
19 March 2021 10:02
Layar pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Selasa (24/11/2020). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Layar pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah koreksi harga saham bank-bank kecil alias bank BUKU II (bank dengan modal inti Rp 3 triliun - Rp 5 triliun), perbankan raksasa alias bank BUKU IV (bank dengan modal inti Rp 30 triliun ke atas) juga terpaksa terkoreksi hari ini.

Saham perbankan besar bergerak memerah pada perdagangan hari ini menyusul aksi ambil untung setelah kemarin sempat melesat merespons kepastian akan era suku bunga rendah di Amerika Serikat.

Simak gerak saham perbankan raksasa pada perdagangan hari ini.

Terpantau 8 perbankan raksasa yang sudah tergolong sebagai Bank BUKU IV hanya satu yang berhasil menghijau dan sisanya terkoreksi.

Kenaikan hanya dibukukan oleh oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) yang melesat 2,27% ke level Rp 1.125/unit. Selanjutnya di posisi kedua bank raksasa lain dengan kapitalisasi pasar terbesar di bursa yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terdepresiasi tipis 0,07% ke level Rp 33.500/unit.

Perbankan raksasa lain yang tergabung dalam Himbara yakni, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) ambles 1,26% sedangkan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) terkoreksi 0,74%, terakhir ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBNI) tersungkur 1,20%.

Konfirmasi yang dinanti-nanti dalam 3 hari terakhir itu akhirnya muncul juga. Bank sentral Amerika Serikat (AS) menegaskan bahwa kebijakan moneter longgar-yang memungkinkan suku bunga rendah dan aksi gelontor likuiditas di pasar-bakal tersebut berlanjut.

Ini memberikan kelegaan tersendiri bagi pelaku pasar global, terutama di AS, karena memungkinkan mereka untuk terus mendapatkan limpahan dana di pasar, yang pada gilirannya bakal terciprat ke pasar negara berkembang (termasuk Indonesia)..

Dalam pidatonya, The Fed mengakui bahwa inflasi tahun ini bisa menyentuh angka 2,2%, di atas rerata patokan yang biasa mereka pakai untuk mencegah mesin ekonomi terlalu panas (overheated).

Namun, secara bersamaan The Fed menegaskan akan tetap mempertahankan kebijakan moneter longgarnya tersebut demi pasar tenaga kerja dan ekonomi yang membaik.

"Kami memang berharap bahwa akan ada kemajuan lebih cepat di pasar tenaga kerja dan inflasi setelah sekian tahun, berkat kemajuan vaksin, dan karena dukungan fiskal yang kita dapatkan," tutur Ketua The Fed Jerome Powell sebagaimana dikutipCNBC International.

Artinya, inflasi boleh saja tinggi, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun (yang jadi acuan pasar) boleh naik mendekati angka 2%, suku bunga nyaris nol persen akan dipertahankan.

Dus, dalam jangka menengah, pasar global masih akan aman dari risiko taper tantrum (capital outflowmasif dari pasar negara berkembang ketika The Fed mengurangi atau menghentikan pembelian obligasi di pasar).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular