
Siap, Pak Ketua! Sesuai Arahan Pak Ketua, Rupiah Menguat

Namun faktor utama yang menopang penguatan rupiah adalah dari sisi eksternal. Dini hari tadi waktu Indonesia, The Fed mengumumkan hasil rapat bulanan di mana (sesuai dugaan) suku bunga acuan tetap bertahan di 0-0,25%.
Meski suku bunga acuan tidak berubah, tetapi Powell dan kolega mengubah proyeksi ekonomi AS menjadi lebih optimistis. Misalnya, pertumbuhan ekonomi 2021 kini diperkirakan 6,5%, cukup jauh di atas proyeksi yang dibuat pada Desember 2020 yakni 4,2%.
Lalu angka pengangguran pada akhir tahun ini diperkirakan 4,5%. Lebih rendah dibandingkan perkiraan Desember 2020 yang sebesar 5%.
Begitu pula inflasi. Pada Desember 2020, inflasi (yang dicerminkan dalam Personal Consumption Expenditure/PCE inti) 2021 diperkrakan 1,8% dan proyeksi terbaru ada di 2,2%.
![]() |
Walau ada proyeksi percepatan laju inflasi, bahkan di atas target 2% yang dicanangkan The Fed, tetapi Powell menegaskan bahwa itu belum ajeg, belum stabil, belum menjadi sebuah tren. Lonjakan inflasi dinilai hanya fenomena sementara sehingga The Fed berkomitmen tetap mempertahankan suku bunga rendah dekat dengan 0% sampai ekonomi benar-benar pulih dari dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
"Kami berkomitmen untuk memberi dukungan terhadap ekonomi agar bisa secepatnya kembali ke posisi penciptaan apangan kerja yang maksimal (maximum employment). Kita belum selesai, memang kita sudah berada di jalan yang benar, tetapi ini belum selesai. Jangan sampai pandangan kita terlepas dari 'bola', ingat masih ada sekitar 10 juta orang yang harus segera kembali bekerja," jelas Powell dalam konferensi pers usai rapat, seperti dikutip dari Reuters.
Pelaku pasar sebelumnya berekspektasi bahwa percepatan laju inflasi bakal membuat The Fed merespons dengan mengarahkan kebijakan moneter ke pengetatan. Namun sejauh ini Powell ternyata belum melihat sampai ke arah sana.
"Sinyal yang sangat dovish dari The Fed begitu melegakan. Padahal aura pemulihan ekonomi begitu kuat," ujar Anthony Denier, CEO Webull, sebagaimana diwartakan Reuters,
Komitmen The Fed untuk meneruskan kebijakan ultra-longgar membuat dolar AS terkoreksi. Pada pukul 08:10 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,08%. Sebab, suku bunga rendah akan membuat imbalan berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS (terutama instrumen berpendapatan tetap) menjadi kurang menarik.
Apalagi The Fed juga berkomitmen untuk terus menggelontorkan likuiditas ke pasar melalui pembelian surat berharga (quantitative easing). Ini membuat pasokan dolar AS menjadi berlimpah sehingga 'harganya' turun.
Tekanan yang dialami dolar AS membuat berbagai mata uang dunia siap menyalip. Tidak terkecuali rupiah, yang sudah lama 'tertindas'.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)