Analisis

Bingung Beli Saham? Ini Deretan Saham di Bawah Seceng Tercuan

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
12 March 2021 07:47
Mahaka Media
Foto: Mahaka Media (mahakamedia.com/)

Mahaka Radio (MARI)

Saham emiten anak usaha Mahaka Group ini tercatat melonjak 114,04% selama sebulan. Secara YTD pun saham MARI sudah melesat 46,11%.

Kinerja MARI terus melesat, meski emiten ini tercatat mengalami rugi bersih per kuartal III tahun lalu.

Asing pun tercatat ramai-ramai mengoleksi saham ini. Selama sebulan aksi beli bersih asing sebesar Rp 3,30 miliar, sementara per YTD asing memborong Rp 4,09 miliar.

Menurut laporan keuangan unaudited per 30 September 2020, MARI mencatatkan rugi bersih tahun berjalan sebesar Rp 15,47 miliar.

Padahal, pada 2019, MARI ini mencatatkan laba bersih tahun berjalan sebesar Rp 22,46 miliar.

Total liabilitas perseroan Rp 106,53 miliar, turun 10,56% dari Rp 119,11 per 31 Desember 2019.

Sementara, total ekuitas pada 30 September 2019 sebesar Rp 222,48 miliar turun 6,5% dari posisi Rp 237,95 miliar per 31 Desember 2019.

Adapun total aset perusahaan per 30 September 2020 Rp 334,02 miliar turun 8,52% dari Rp 365,13 miliar per 31 Desember 2019.

Smartfren (FREN)

Saham telekomunikasi FREN juga 'berlari kencang' 54,39% selama sebulan terakhir. Meskipun, apabila menilik secara YTD, saham ini ambrol 20%.

Namun, saham emiten Grup Sinarmas ini sudah melesat 76% dalam 1 tahun dan 72,55% dalam 3 tahun belakangan.

Kenaikan harga saham FREN ini menarik, di tengah kerugian perusahaan yang sudah terjadi setidaknya selama 12 tahun terakhir.

Harga saham FREN yang murah, di bawah Rp 100, tampaknya menjadi salah satu alasan investor mengoleksi saham ini.

Apabila melihat rasio PBV (price to book value), saham ini terbilang wajar, yakni 1,87 kali. Lebih kecil dibandingkan saham 'halo-halo' lainnya seperti Telkom Indonesia (TLKM) sebesar 3,20 kali dan Indosat (ISAT) sebesar 2,56 kali.

PBV adalah metode valuasi yang membandingkan nilai buku suatu emiten dengan harga pasarnya. Semakin rendah PBV biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara Rule of Thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.

Selain itu, isu merger dengan XL Axiata (EXCL) yang dimulai setidaknya sejak dua tahun lalu mungkin ikut mendorong kenaikan harga saham ini.

Pihak FREN sendiri tercatat sudah beberapa kali membantah isu tersebut. Terbaru, pada 8 Januari tahun ini dalam penjelasna tertulis kepada BEI, Sekretaris Perusahaan James Wewengkang menjelaskan, perusahaan tidak dapat mengklarifikasi kebenaran atas berita mengenai kemungkinan merger FREN dan XL.

FREN baru saja melaporkan kinerja tahunan yang masih membukukan rugi Rp 1,52 triliun di 2020. Ini artinya, sudah 12 tahun atau sejak 2008, FREN tak pernah mencatatkan "angka biru" pada kinerja laba bersih.

Rugi bersih tersebut sedikit membaik dari tahun 2019 yakni Rp 2,18 triliun.

Hanya saja, meski merugi, prospek bisnis FREN terbuka lebar dengan penetrasi digitalisasi dan industri telekomunikasi yang terus bertumbuh di tengah pandemi Covid-19.

Tahun lalu, FREN juga mencatatkan pendapatan usaha Rp9,40 triliun, naik 34,63% dari tahun 2019 Rp 6,98 triliun.

Terbaru, FREN berencana menambah modal dengan skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Perseroan bakal menerbitkan saham baru sebanyak 7 miliar saham dalam penawaran umum terbatas (PUT) IV, dengan harga pelaksanaan Rp 120/saham.

Berbarengan dengan rights issue, perseroan juga akan menerbitkan waran sebanyak 91,99 miliar waran atau sekitar 34,9% modal disetor.

Rencananya, FREN akan menggunakan seluruh dana hasil rights issue maupun pelaksanaan waran yang mencapai Rp 10 triliun, setelah dikurangi dengan biaya-biaya emisi, untuk pembayaran pinjaman dan/atau modal kerja perseroan dan/atau entitas anak perseroan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular