Analisis

BI Sebut Dolar AS Mau Lesu, tapi Rupiah Keok, Bagaimana nih?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 March 2021 20:05
Jerome Powell
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

The Fed baik dalam rapat kebijakan moneter maupun dalam kesempatan lainnya berulang kali menegaskan belum akan merubah kebijakannya dalam waktu dekat.

Bank sentral paling powerful di dunia ini, menerapkan suku bunga rendah 0,25% dan QE senile US$ 120 miliar per bulan.

"Para anggota dewan melihat kondisi ekonomi masih jauh dari target jangka panjang dan kebijakan moneter masih akan akomodatif sampai target tersebut tercapai," isi notula rapat kebijakan moneter The Fed bulan Januari yang dirilis pertengahan bulan lalu, sebagaimana dilansir CNBC International.

"Akibatnya, para anggota dewan mendukung kebijakan saat ini dan panduan dasar untuk suku bunga (federal funds rate/FFR) dan nilai program pembelian aset".

Sementara sang ketua, Jerome Powell, saat memberikan testimoni di hadapan Kongres (DPR dan Senat) AS menegaskan hal yang sama.

"Perekonomian AS masih jauh dari target inflasi dan pasar tenaga kerja kami, dan kemungkinan memerlukan waktu cukup lama untuk mendapatkan kemajuan yang substansial," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (24/2/2021).

Powell menegaskan The Fed berkomitmen untuk menggunakan instrumen moneter secara penuh untuk mendukung perekonomian, serta membantu memastikan pemulihan ekonomi hingga sekuat mungkin.

Sejak akhir tahun lalu, The pendekatannya terhadap inflasi. Sebelumnya, The Fed menetapkan target inflasi 2%, ketika inflasi mendekati target The Fed biasanya akan mengetatkan moneter. Kini The Fed menetapkan target inflasi rata-rata 2%. Yang digarisbawahi adalah kata "rata-rata".

"Dengan perubahan tersebut, kita tidak akan mengetatkan kebijakan moneter meski pasar tenaga kerja sudah menguat," kata Powell.

Artinya, meski inflasi nanti mencapai 2%, The Fed tidak akan langsung merubah kebijakannya, tetapi membiarkannya lebih tinggi dari 2% dalam beberapa waktu ke depan. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai rata-rata inflasi 2%, sebab inflasi saat ini masih jauh di bawahnya.

Dengan The Fed belum merubah kebijakan moneternya dalam waktu dekat, artinya perekonomian AS masih akan banjir likuiditas. Ditambah dengan stimulus fiskal di AS senilai US$ 1,9 triliun yang kemungkinan akan cair di pekan ini, jumlah uang yang beredar tentunya akan semakin bertambah. Secara teori, nilai tukar dolar AS akan melemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular