
Dolar Australia Perkasa Usai 4 Hari Keok, Ini Pemicunya!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia akhirnya menguat melawan rupiah pada perdagangan Selasa (9/3/2021), setelah melemah dalam 4 hari beruntun. Tingkat keyakinan bisnis Australia yang melesat ke level tertinggi lebih dari 1 dekade membuat mata uangnya perkasa hari ini.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia menguat 0,51% ke 11.031,84/AU$ di pasar spot. Sementara dalam 4 hari sebelumnya total Mata Uang Kanguru merosot 1,83%.
National Australia Bank (NAB) hari ini melaporkan indeks keyakinan bisnis naik menjadi 16 di bulan Februari, dari bulan sebelumnya 12. Indeks ini menggunakan angka 0 sebagai ambang batas, di atasnya berarti wirausahawan melihat kondisi bisnis yang membaik, sementara di bawah 0 berarti memburuk.
Angka indeks 16 merupakan yang tertinggi sejak Februari 2010, ketika itu indeks keyakinan bisnis Australia mencapai 19.
"Ini adalah hasil survei yang bagus. Kondisi dan keyakinan bisnis keduanya mencapai level tertinggi satu dekade, dan yang paling penting kita melihat peningkatan perekrutan tenaga kerja serta aktivitas investasi," kata Alan Oster, ekonom NAB sebagaimana dilansir Reuters Selasa (9/3/2021).
"Perusahaan-perusahaan mulai beroperasi lebih tinggi dari kapasitas rata-rata dan hal tersebut memberitahu kita jika perekonomian kemungkinan sudah pulih dari kemerosotan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) di kuartal I-2021," tambahnya.
Pada kuartal IV-2020 lalu, perekonomian Australia sudah berhasil tumbuh. Biro Statistik Australia pada Rabu (3/3/2021) lalu melaporkan produk domestik bruto (PDB) kuartal IV-2020 tumbuh 3,1% dari kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/QtQ).
Rilis tersebut lebih tinggi dari hasil survei Reuters terhadap para ekonomi yang memprediksi pertumbuhan sebesar 2,5%. Di kuartal III-2020, PDB Australia juga tumbuh 3,4%, tetapi sepanjang tahun 2020 mengalami kontraksi 1,1%.
Hal tersebut terjadi akibat kontraksi tajam 7% di kuartal II-2020 dan 0,3% di kuartal I-2020.
Pemulihan ekonomi Australia disebut membentuk kurva V-shape, meski pasar tenaga kerja dikatakan masih lemah, begitu juga dengan inflasi.
"Pemulihan ekonomi V-shape terjadi dimana-mana, pertumbuhan ekonomi, pasar tenaga kerja, penjualan ritel, hingga pasar perumahan," kata Craig James, ekonom di CommSec, sebagaimana dilansir Reuters Rabu (3/3/2021).
"Namun, pekerjaan masih belum selesai. Perekonomian masih sekitar 1% lebih rendah ketimbang satu tahun yang lalu. Tingkat pengangguran masih terlalu tinggi, inflasi serta pertumbuhan gaji masih terlalu rendah," tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
