
Kena Jab dan Uppercut, Rupiah Terlemah ke-3 di Asia!

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (4/3/2021). Yield obligasi (Treasury) AS yang kembali naik memberikan pukulan ganda "jab dan uppercut" bagi rupiah.
Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,07%. Tetapi tidak lama, Mata Uang Garuda langsung masuk ke zona merah. Pelemahan makin membengkak hingga 0,42% ke Rp 14.300/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah berhasil memangkas pelemahan ke Rp 14.260/US$, melemah 0,14% di pasar spot. Mayoritas mata uang utama memang melemah melawan dolar AS pada hari ini.
Rupiah dengan pelemahan 0,14% menjadi yang terburuk ketiga di Asia hingga pukul 15:13 WIB, hanya lebih baik dari Peso Filipina dan dolar Taiwan.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Kinerja rupiah hari ini berbanding terbalik dengan Rabu kemarin yang mampu menjadi juara Asia. Kemarin rupiah mampu membukukan penguatan 0,42% setelah melemah dalam 3 hari beruntun. Dolar AS tertekan akibat ekspektasi cairnya stimulus fiskal dalam waktu dekat.
Rancangan undang-udang (RUU) stimulus fiskal US$ 1,9 triliun sudah disetujui oleh House of Representative (Dewan Perwakilan Rakyat/DPR) AS dan saat ini berada di Senat. Partai Demokrat di Senat berusaha meloloskan RUU tersebut pada pekan depan dan diserahkan ke Presiden Joseph 'Joe' Biden agat ditandatangani sebelum tanggal 14 Maret, saat stimulus fiskal yang ada saat ini berakhir.
Saat stimulus fiskal cair, jumlah uang yang beredar di perekonomian AS akan bertambah, secara teori dolar AS akan melemah.
Namun, rupiah kembali melemah hari ini, sebab sentimen pelaku pasar kembali memburuk akibat kenaikan yield obligasi (Treasury) AS.
Yield Treasury AS tenor 10 tahun kemarin naik 5,54 basis poin ke 1,4704%, sebelumnya bahkan sempat menyentuh level 1,498%.
Posisi yield ini masih berada di level tertinggi sejak Februari 2020, atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi dan sebelum bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%.
Pada pekan lalu, yield Treasury tenor 10 tahun ini bahkan mencapai 1,6%.
Selain membuat sentimen pelaku pasar yang memburuk, kenaikan yield tersebut juga berisiko memicu capital outflow di pasar obligasi Indonesia, sebab selisih yield dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit.
Oleh karena itu, kenaikan yield Treasury memberikan pukulan "jab dan uppercut" bagi rupiah, dari sentimen pelaku pasar yang memburuk dan risiko terjadinya capital outflow di pasar obligasi.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!
