
Analis Ungkap Penyebab Saham Bank-bank Mini Terbang Tinggi

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham bank kecil yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), belakangan ini terus menunjukkan tren kenaikan yang cukup signifikan.
Bahkan, sejak perdagangan sesi pertama Kamis ini, otoritas bursa menghentikan sementara 7 saham bank mini tersebut, antara lain, PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI), PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW), PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS), dan PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS). Lalu, ada juga PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA), PT Bank Artha Graha Internasional Tbk. (INPC), dan PT Bank Capital Tbk. (BACA).
Head of Research Samuel Sekuritas, Suria Dharma berpendapat, kecenderungan saham-saham bank kecil di BEI bergerak naik karena sentimen bank digital.
Suria menyebut beberapa nama yang menjadi investor baru yang mengakuisisi bank-bank digital. Sea Group misalnya sudah mencaplok Bank BKE belum lama ini dan kemudian mengubah nama menjadi PT Bank Seabank Indonesia (Seabank).
Sementara itu, sebelumnya Gojek juga masuk sebagai pemegang saham ke Bank Jago Tbk (ARTO). Tak ketinggalan, bank-bank besar seperti BCA juga sudah ancar-ancar masuk ke bank digital setelah mencaplok Rabobank dan kini BRI Agroniaga juga dikabarkan sedang memproses pendaftaran ke OJK menjadi bank digital.
"Kenaikan saham bank mini karena isu bank digital," kata Suria, saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (4/3/2021).
Suria berpendapat, di tengah tren persaingan bank digital ke depannya, perusahaan-perusahaan fintech akan lebih menarik bisa mengakuisisi atau membeli bank-bank kecil yang sudah beroperasi. Sebab, akan memerlukan modal yang lebih besar jika harus memulai bank digital dari awal. Berbeda dengan bank konvensional yang bertranformasi menjadi bank digital.
"Investor kalau mau bikin bank digital dari nol, modal minimila harus Rp 10 triliun, sedangkan kalau bank lama cukup Rp 3 triliun," katanya.
Di sisi lain, kata Suria, bank-bank kecil ini juga harus menaikkan modal inti sesuai dengan POJK konsolidasi bank yang mewajibkan modal inti minimal sebesar Rp 3 triliun mulai tahun depan.
Lantas, jika ke depannya semakin banyak pemain bank digital, apakah bisa menawarkan suku bunga yang lebih kompetitif dari bank konvensional?
Ekonom Senior INDEF Aviliani menilai, bank digital, bisanya melakukan penyaluran kredit dengan nominal yang kecil. Karena jika melakukan penyaluran kredit dengan skala besar seperti kredit modal kerja atau investasi, atau bahkan kredit KPR sistem teknologi di Indonesia belum mumpuni.
"Bank digital itu kreditnya yang kecil-kecil, gak mungkin yang besar-besar. Yang besar-besar tetap ditangani manual, karena kalau digital nanti database belum bisa dipercaya 100%," jelas Aviliani kepada CNBC Indonesia, Senin (1/3/2021).
Oleh karena itu, menurut Aviliani, hadirnya bank digital dalam melakukan kredit, tidak akan berpengaruh terhadap suku bunga kredit yang biasa dilakukan oleh bank konvensional.
"Jadi mereka (Bank Digital) sekarang ini tidak mungkin gede-gede. Yang terjadi lebih banyak pinjaman untuk ritel, UMKM, individu juga bisa. Tapi kalau yang besar-besar seperti corporate, commercial, masih menggunakan aturan-aturan yang ditetapkan OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," tutur Avi yang juga Komisaris Independen Bank Mega ini.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Please Hati-hati! Jangan Salah Lagi Borong Saham Bank Mini