Mata Uang Asia Menguat, Rupiah Malah KO & Jadi yang Terburuk

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 March 2021 15:37
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (1/3/2021), melanjutkan kinerja buruk pekan lalu. Data ekonomi dari dalam negeri yang mengecewakan membuat rupiah terus tertekan.

Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,14% ke Rp 14.220/US$. Tetapi tidak lama, rupiah langsung berbalik melemah hingga 0,39% di Rp 14.295/US$.

Posisi rupiah membaik selepas tengah hari, hingga akhirnya menutup perdagangan di Rp 14.250/US$, melemah 0,07% di pasar spot. Meski pelemahannya tidak besar, tetapi rupiah menjadi yang terburuk di Asia. Sebab, mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS, bahkan cukup penguatannya cukup besar.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:07 WIB.

Pada pekan lalu, rupiah merosot 1,28% ke Rp 14.240/US$. Dengan pelemahan tersebut, rupiah mencatat kinerja mingguan terburuk dalam 7 bulan terakhir.

Pemicu utama pelemahan rupiah di pekan ini adalah kenaikan yield obligasi (Treasury) AS. Sepanjang pekan lalu, yield Treasury AS sempat naik 17 basis poin ke 1,515% yang merupakan level tertinggi sejak awal Februari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan sebelum bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%.

Kenaikan tersebut berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, sebab selisih yield dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit. Ketika terjadi capital outflow, maka nilai tukar rupiah akan tertekan.

Pada perdagangan hari ini, yield Treasury sebenarnya sudah mulai menurun, tenor 10 tahun turun 4,5 basis poin ke 1,4101%. Alhasil, mayoritas mata uang utama Asia mampu menguat melawan dolar AS.

Banyak analis melihat kenaikan yield Treasury masih akan tertahan di kisaran 1,5%, sebab jika terus menanjak, maka akan memicu kecemasan terjadi taper tantrum yang dapat memicu gejolak di pasar keuangan global.

Namun, sayangnya rilis data ekonomi Indonesia yang mengecewakan membuat rupiah tertekan.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Aktivitas Manufaktur Melambat, Inflasi Lemah

Rupiah tertekan akibat melambatnya ekspansi sektor manufaktur. IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur Indonesia yang diukur dari Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 50,9 untuk periode Februari 2021. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula, jika di atas 50 maka dunia usaha masih melakukan ekspansi.

Akan tetapi, skor PMI manufaktur Tanah Air melorot dibandingkan Januari 2021 yang mencapai 52,2. Pencapaian Januari 2021 adalah yang terbaik dalam 6,5 tahun terakhir.

"Ada sinyal kesehatan sektor manufaktur yang terjadi sejak November 2020 memburuk. Produksi terus naik, hingga empat bulan berturut-turut, tetapi lajunya melambat. Perlambatan produksi berarti ada penurunan pasokan barang jadi," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Andrew Harker, Economics Director IHS Markit, menyatakan bahwa peningkatan kasus positif corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Indonesia masih menjadi faktor utama penghambat aktivitas produksi. Namun walau ada perlambatan, Harker menilai sektor manufaktur Ibu Pertiwi masih tahan banting (resilient).

Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Indonesia periode Februari 2021. Hasilnya tidak jauh dari ekspektasi pasar.

Pada Senin (1/3/2021), Kepala BPS Suhariyanto melaporkan laju inflasi nasional bulan lalu adalah 0,1% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM). Ini membuat inflasi tahunan (year-on-year/YoY) menjadi 1,38%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Februari 2021 adalah 0,08% MtM. Sementara dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya adalah 1,36%. Sedangkan konsensus Reuters memperkirakan inflasi Februari 2021 berada di 0,9% MtM. Inflasi tahunan diperkirakan 1,38%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular