
Melemah Lawan Dolar AS, tapi Ada Kabar Baik buat Rupiah nih!

Pemicu utama pelemahan rupiah di pekan ini adalah kenaikan yield obligasi (Treasury) AS. Sepanjang pekan ini, yield Treasury AS tenor 10 tahun sempat naik 17 basis poin ke 1,515% yang merupakan level tertinggi sejak awal Februari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan sebelum bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%.
Kenaikan tersebut berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, sebab selisih yield dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit. Ketika terjadi capital outflow, maka nilai tukar rupiah akan tertekan.
Kenaikan pesat yield Treasury dalam waktu singkat ini diakibatkan karena pelaku pasar mulai mengantisipasi prospek pemulihan ekonomi dan potensi tingginya inflasi sehingga mereka meminta kompensasi dengan kenaikan imbal hasil.
Selain itu, kenaikan yield Treasury membuat bursa saham global rontok. Artinya pelaku pasar sedang menghindari aset-aset berisiko. Alhasil, rupiah mendapat pukulan telak, sebab merupakan mata uang emerging market yang dianggap berisiko.
"Yield sangat menentukan. Di kisaran 1,5%, yield obligasi bisa kompetitif dibandingkan dividend yield di pasar saham. Ingat, tidak ada risiko di obligasi, uang Anda kembali 100%," kata Peter Tuz, Presiden Chase Investment Counsel yang berbasis di Virginia (AS), seperti dikutip dari Reuters.
Alhasil, rupiah melemah melawan mayoritas mata uang utama dunia, meski masih mampu menguat melawan beberapa mata uang.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Ada Kabar Baik Buat Rupiah