
Efek Royalti 0% Hilang & Harga Drop, Saham Batu Bara Keok

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham batu bara anjlok pada perdagangan hari ini setelah harga komoditasnya batu bara terus melandai jelang berakhirnya periode musim dingin. Selain itu saham batu bara juga terkena aksi ambil untung setelah berberapa hari lalu sempat melesat kencang akibat sentimen royalti batu bara 0% dari pemerintah.
Selasa kemarin (23/2/2021) harga kontrak futures (berjangka) batu bara termal ICE Newcastle drop 2,5% ke US$ 76,75/ton.
Harga penutupan kemarin merupakan harga terendah si batu hitam di sepanjang bulan Februari 2021. Koreksi harga batu bara menyusul semakin murahnya harga batu bara lokal China sebagai akibat dari relaksasi kuota impor dan upaya pemerintah untuk mendongkrak produksi di tengah ketatnya pasokan domestik.
Kendati harga batu bara termal Qinhuangdao masih di atas batas tertinggi yang ditargetkan pemerintah Negeri Panda di RMB570/ton, tetapi harganya sudah merosot tajam dari yang tadinya sempat menyentuh RMB 1.000/ton kini menjadi RMB 600/ton saja.
Berikut gerak saham batu bara pada perdagangan hari ini.
Tercatat dari 8 emiten batu bara raksasa yang dipantau hanya satu yang berhasil menghijau. Satu-satunya saham batu bara yang melesat hanyalah PT Petrosea Tbk (PTRO) yang naik 1,94% ke level Rp 1.840/unit sedangkan induk usahanya PT Indika Energy Tbk (INDY) terkoreksi 1,33% ke level Rp 1.485/unit.
Selanjutnya emiten batu bara BUMN PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga terkoreksi 1,10% ke level Rp 2.690/unit.
Koreksi paling signifikan dibukukan oleh PT Harum Energy Tbk (HRUM) yang anjlok 4,71% ke level Rp 6.575/unit. Sedangkan emiten batu bara sejuta umat PT Bumi Resources Tbk (BUMI) juga terkoreksi parah 3,23%.
Kedepan, harga batu bara diprediksi akan kembali melemah setelah musim dingin yang akan segera berakhir. Dalam kondisi normal, musim dingin yang dibarengi dengan perayaan Tahun Baru Imlek akan meningkatkan permintaan listrik terutama untuk segmen residensial di China. Di saat inilah biasanya harga batu bara naik karena ditopang oleh peningkatan kebutuhan.
Di sisi lain, reli panjang harga batu bara sejak September 2020 juga didukung oleh kinerja ekonomi China yang positif. Melansir Argus Media, pertumbuhan sektor industri yang pesat di Negeri Tirai Bambu meningkatkan kebutuhan listrik.
Penggunaan listrik bulanan oleh sektor industri meningkat 7,7-9,9% pada periode Agustus-November tahun lalu, jauh di atas pertumbuhan tahunan sebelumnya sebesar 3,4-4,3%.
Sementara itu dari dalam negeri, pemerintah sedang gencar menebar stimulus untuk membangkitkan perekonomian yang lesu. Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 25 tahun 2021.
Salah satu poin yang diatur dalam PP tersebut adalah insentif fiskal berupa pengenaan royalti nol persen untuk para penambang yang berpartisipasi dalam proyek hilirisasi batu bara.
Adanya prospek pemulihan ekonomi global disertai berpotensi membuat harga komoditas ekspor unggulan Indonesia dan Australia terdorong lebih tinggi. Rata-rata harga batu bara untuk tahun ini diperkirakan masih bakal lebih tinggi dibanding tahun lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Dibuka Hijau, IHSG Sempat Sentuh Rekor Lagi