Hati-hati, Rupiah Sudah Hampir Rp 14.100/US$!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 February 2021 10:23
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Sentimen eksternal dan domestik membebani laju rupiah. Dari luar negeri, investor terus memantau perkembangan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS.

Pada pukul 09:15 WIB, yield US Treasury Bonds tenor 10 tahun tercatat 1,3891%. Ini menjadi yang tertinggi sejak 21 Februari 2020.

Kenaikan yield obligasi pemerintah AS disebabkan oleh peningkatan ekspektasi infiasi di Negeri Paman Sam. Seiring pemulihan ekonomi, permintaan akan meningkat sehingga memunculkan tekanan inflasi.

Saat ekspektasi inflasi meningkat, maka yield obligasi akan mengukuti. Sebab investor tentu akan mendorong yield lebih tinggi agar keuntungan tidak tergerus oleh inflasi.

Yield obligasi pemerintah AS yang terus naik lambat laun akan membuat pelaku pasar melirik. Ada ekspektasi cuan yang didapat dari memegang surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden semakin tinggi.

Ini akan membuat arus modal meninggalkan instrumen berisiko untuk masuk ke pasar obligasi pemerintah AS. Jika yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun sampai menembus 1,5%, Nomura memperkirakan pasar saham Negeri Adidaya akan anjlok sampai 8%. Kalau sampai terwujud, tentunya kabar kurang enak buat pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sementara dari dalam negeri, sentimen negatif datang dari rilis Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada kuartal IV-2020, NPI mencatat defisit US$ 0,2 miliar. Memburuk dibandingkan kuartal sebelumnya yang surplus US$ 2,1 miliar.



Transaksi berjalan (current account), yang merupakan bagian dari NPI selain transaksi modal dan finansial, memang membukukan surplus US$ 0,8 miliar atau 0,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal IV-2020. Namun surplus ini lebih rendah ketimbang kuartal sebelumnya yaitu US$ 1 miliar (0,4% PDB).

Artinya, pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa memang masih berlebih. Namun tidak semelimpah sebelumnya. Apalagi transaksi modal dan finansial malah defisit US$ 0,9 miliar. Pasokan valas tidak lagi melimpah, tetapi mulai menyusut.

Ditopang oleh pasokan devisa yang menpis, prospek rupiah menjadi samar-samar. Fundamental penyokong rupiah tidak sekuat dulu sehingga investor pun menjaga jarak.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular