Bank Mega Untung Gede, Grup Salim Kecipratan Berapa?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
22 February 2021 06:55
Anthoni Salim. (Dok: Forbes)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham bank milik CT Corp, PT Bank Mega Tbk (MEGA) menunjukkan tajinya pada perdagangan Kamis siang pekan lalu (18/2/2021) yang mampu menembus Rp 11.775/saham, mendekati level tertinggi yang sempat dicapai 14 Januari lalu yang menembus Rp 13.075/saham.

Meski demikian sehari setelahnya saham bank milik pengusaha Chairul Tanjung ini ditutup di level Rp 11.050/saham, atau turun 6,95% di Jumat (19/2021 setelah terjadi aksi profit taking investor yang tercermin dari jual bersih asing Rp 488 juta.

Nilai transaksi saham Bank Mega pada Jumat lalu mencapai Rp 5,30 miliar dengan volume perdagangan 459.400 saham. Data BEI mencatat, dalam sepekan saham bank yang didirikan pada 1969 dengan nama Bank Karman di Surabaya ini melesat 18,82% dan sebulan naik 19,46% dengan kapitalisasi pasar Rp 76,95 triliun.

Dengan penguatan ini, bagaimana valuasi saham Grup Salim yang sudah resmi menguasai 6% saham MEGA?

Oh iya, Grup Salim yang dikendalikan taipan Anthony Salim ini, melalui PT Indolife Pensiontama, sudah memiliki 422,81 juta saham atau setara dengan 6,07% dari total jumlah saham beredar di MEGA.

Jadi, untuk mengetahui valuasi saham Indolife di MEGA saat ini, kepemilikan saham Indolife di Bank Mega sebanyak 422,81 juta saham (422.807.744 saham) dikalikan dengan harga saham MEGA pada harga tertinggi di Kamis yakni Rp 11.775/saham.

Dari perhitungan tersebut, valuasi saham Salim Group di MEGA saat ini nyaris mencapai Rp 5 triliun atau sebesar Rp 4,98 triliun.

Tapi jika mengacu pada harga penutupan pasar di Jumat Rp 11.050/saham, maka valuasi saham Grup Salim sebesar Rp 4,67 triliun.

Sebagai informasi, Grup Salim melalui anak usahanya yang bergerak di bisnis asuransi dan dana pensiun, Indolife memborong saham Bank Mega pada akhir tahun 2020.

Mengacu data kepemilikan saham di atas 5% yang dipublikasikan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) untuk transaksi pada 30 Desember 2020, Grup Salim tercatat membeli sebanyak 422.807.744 saham saham Bank Mega.

Pembelian saham ini terjadi dalam tiga kali transaksi atau setara 6,07% kepemilikan saham bank bersandi saham MEGA tersebut.

Mengacu laporan yang dipublikasikan 4 Januari 2021 di keterbukaan informasi BEI, Indolife membeli sebanyak 6,07% saham tersebut. Nilainya diproyeksikan mencapai Rp 2,95 triliun sampai dengan Rp 3,04 triliun bila merujuk pada harga penutupan perdagangan saham MEGA pada 29-30 Desember 2020 di rentang harga Rp 7.000 dan Rp 7.200 per saham.

Dengan demikian, Grup Salim berpotensi memperoleh cuan dari potensi keuntungan harga saham Bank Mega hingga perdagangan Jumat lalu antara Rp Rp 1,67 triliun- Rp 1,72 triliun dari selisih potential gain dan harga beli. Keuntungan ini juga belum ditambah dengan dividen saham yang akan dibagikan Bank Mega atas laba bersih 2020.

Sebagai informasi, Indolife merupakan perusahaan yang bergerak di bidang asuransi jiwa dan dana pensiun.

Indolife memulai bisnisnya pada tahun 1991 melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor KEP 585/KM.13/1991. Sebagai anggota kelompok usaha Salim Group yang berpusat di Jakarta.

Berdasarkan komposisi pemegang saham Bank Mega sampai dengan 10 Desember 2020 berdasarkan laporan registrasi, PT Mega Corpora menggenggam kepemilikan sebesar 58,01% dan sisanya saham publik 41,98%.

Maka, dengan masuknya Grup Salim, komposisinya berubah di mana Mega Corpora tetap 58,01%, Salim Grup 6,07%, dan selebihnya adalah saham publik.

Mengacu data KSEI, Indolife tak hanya masuk ke saham Bank Mega. Mereka juga memiliki satu bank lagi yakni PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) dan perusahaan pengelola klub sepak bola Bali United, yakni PT Bali Bintang Sejahtera Tbk (BOLA). 

Lainnya yakni PT Jembo Cable Company Tbk (JECC), PT Perdana Bangun Pusaka Tbk (KONI), dan produsen NS Battery yakni PT Nipress Tbk (NIPS). Data BEI menunjukkan saham NIPS tengah dalam peringatan bursa untuk dihapus paksa alias delisting, sementara satu perusahaan milik Indolife yang sudah delisting yakni PT Kasogi Internasional Tbk (GDWU).

NEXT: Dividen Bank Mega

Tahun lalu, Bank Mega membukukan laba bersih menjadi Rp 3 triliun, naik sebesar 50,2% dari tahun sebelumnya Rp 2 triliun. Kenaikan laba ini jauh melampaui kinerja industri perbankan yang rata-rata anjlok 31% di November 2020.

Mengacu laporan keuangan, kenaikan laba bersih ini disokong oleh pendapatan bunga bersih (net interest income) sebesar Rp 3,91 triliun, naik 9,2% dari tahun sebelumnya 3,58 triliun. Sepanjang 2020, perseroan telah menyalurkan kredit sebesar Rp 48,48 triliun, turun 8,54% dari periode tahun sebelumnya sebesar Rp 53,01 triliun.

Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Mega tercatat tumbuh 8,79% menjadi Rp 79,18 triliun dari tahun sebelumnya Rp 72,79 triliun.

Berdasarkan hasil RUPS Tahunan Jumat lalu (19/2), MEGA resmi akan membagikan dividen senilai Rp 2,1 triliun atau lebih dari 60% dari laba bersih 2020 sebesar Rp 3,01 triliun.

Jumlah dividen yang dibagikan ini menjadi nilai yang terbesar, setelah tahun lalu dibagikan dividen sebesar Rp 1 triliun, atau 50% dari laba bersih 2019.

Selain dividen penggunaan laba bersih ini untuk Rp 11,3 juta sebagai dana cadangan guna memenuhi ketentuan Pasal 70 UUPT. Kemudian sisanya sebesar Rp 908,3 miliar akan dibukukan sebagai saldo laba.

Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib mengatakan di tahun ini, perseroan akan tetap menjaga likuiditas perusahaan layaknya aliran darah dalam tubuh perbankan, serta menjaga kepercayaan nasabah. Perusahaan juga memiliki permodalan yang kuat dengan CAR (capital adequacy ratio, rasio kecukupan modal) yang tinggi 31,05%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata perbankan

"Bank Mega masih mengandalkan pertumbuan organik dari laba perusahaan yang membaik dan signifikan dari tahun ke tahun, dengan modal tinggi ini dalam RUPS manajemen akan mengusulkan pembagian dividen yang sangat signifikan," kata Kostaman saat Public Expose, Rabu (17/02/2021).

Tahun ini, Bank Mega menargetkan laba setelah pajak tahun 2021 bisa mencapai Rp 3,5 triliun, naik 16% atau Rp 500 miliar dibanding realisasi tahun 2020 yang sebesar Rp 3 triliun.

Target tersebut dibuat berdasarkan pemulihan ekonomi Indonesia dari pandemi pada tahun 2021. Meski demikian, Kostaman mengatakan bahwa berapa pun pertumbuhan ekonomi Indonesia, Bank Mega optimistis akan terus tumbuh pada 2021.

Di sisi lain, November tahun lalu, Mega Corpora sebagai pemilik Bank MEGA, mengakuisisi PT Bank Harda Internasional Tbk (IDX: BBHI). Dalam akuisisi ini, pemegang saham BBHI yakni PT Hakimputra Perkasa menjual 3,08 miliar saham atau 73,71 persen saham ke Mega Corpora.

Aksi korporasi ini juga sudah mendapat restu pemegang saham yang diputuskan dalam RUPSLB BBHI yang diadakan pada 29 Januari 2021.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Grup Salim Borong Sekitar Rp 3 T, Saham Bank Mega Mencuat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular