Mahal tapi Diborong, PBV Tak Cocok Buat Valuasi Bank Digital?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 February 2021 18:40
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Foto: Bank Jago

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Bumi Arta Tbk. (BNBA) menjadi top gainer di pekan ini, di Bursa Efek Indonesia (BEI). Harga sahamnya melesat lebih dari 128% ke Rp 1.370/saham.

Penguatan saham BNBA ini terjadi di tengah kabar pasar menyebutkan bahwa Sea Group, induk perusahaan e-commerce Shopee yang berbasis di Singapura, diisukan tertarik mencaplok Bank Bumi Arta dan PT Bank Capital Tbk (BACA) untuk ekspansi ke bisnis bank digital.

Bank digital sedang menjadi tren baru di Indonesia. Sebelumnya BNBA, PT Bank Jago Tbk. (ARTO) yang pertama kali menjadi pusat perhatian di kalangan pelaku pasar. Tahun 2019, bank BUKU I yang modalnya di bawah Rp 1 triliun tersebut masih bernama PT Bank Artos Tbk.

Di penghujung tahun 2019, 51% saham ARTO diakuisisi oleh PT Metamorfosis & Wealth Track Technology. Nilai akuisisinya mencapai hampir Rp 240 miliar atau 2 kali nilai bukunya saat itu.

Setelah resmi diakuisisi dan sempat menerbitkan saham baru melalaui right issue, saham ARTO melesat gila-gilaan. Hanya dalam waktu satu tahun saja, nilai kapitalisasi pasar ARTO melejit ribuan persen. Apalagi setelah Gojek ikut masuk mengakuisisi 22% ARTO lewat sayap bisnis keuangannya yaitu GoPay.

Kemudian ada lagi PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI), yang diakusisi oleh PT Mega Corpora milik Chairul Tanjung (CT).

CT mengakuisisi 73,71% saham bank BUKU I tersebut dari PT Hakim Putra Perkasa. BBHI juga nantinya akan dipermak menjadi bank digital.

Bank digital memiliki beberapa keuntungan dibandingkan bank konvensional. Salah satunya, bank digital akan lebih efisien ketimbang bank konvensional.

Pembukaan rekening misalnya, bisa dilakukan secara online, artinya bank digital tidak membutuhkan customer service untuk membantu calon nasabah untuk membuka rekening. Dengan demikian, jumlah karyawan yang dibutuhkan oleh bank digital tentunya jauh lebih sedikit ketimbang bank konvensional.

Ketika semua bisa dilakukan secara online, maka kantor cabang juga tidak diperlukan. Sehingga biaya operasional bank digital diperkirakan akan lebih rendah ketimbang bank konvensional.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Terus Diborong, PBV ARTO Capai 76,7 Kali

Setelah akusisi tersebut, harga saham bank-bank mini tersebut meroket, valuasinya naik berlipat-lipat hingga menjadi sangat mahal. Bank Jago menjadi yang paling mencolok. Jika dilihat dari price to book value (PBV), ARTO kini mencapai 76,70 kali. Sementara Bank Harda 9,88 kali, dan Bank Bumi Arta 1,78 kali.

PBV merupakan penilaian harga saham dengan nilai buku perusahaan. Saham yang memiliki rasio PBV besar, artinya valuasi tinggi (overvalue). Sementara saham dengan PBV di bawah 1 kali, punya valuasi murah.

Dibandingkan dengan bank-bank raksasa Tanah Air, rasio PBV calon bank digital tersebut jauh lebih tinggi, kecuali BNBA.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) misalnya, bank dengan nilai aset terbesar di Indonesia ini memiliki rasio PBV 2,9 kali, jauh di bawah BBHI dan ARTO.

Kemudian PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), bank dengan kapitalisasi pasar terbesar ini memiliki rasio PBV 4,5 kali, juga di bawah BBHI dan ARTO.

Salah satu pemicu meroketnya saham-saham calon bank digital tersebut adalah para raksasa yang ada dibaliknya. Meroketnya saham ARTO terjadi setelah Gojek mengakusisi 22% sahamnya pada Desember 2020 lalu.

Gojek resmi mengakusisi ARTO pada 18 Desember lalu, tetapi isunya sudah muncul sejak lama. Saham ARTO mulai menunjukkan tanda-tanda melesat sejak awal Desember.

Pada akhir November, harga saham Rp 2.980 per saham, setelahnya terus meroket hingga menyentuh Rp 9.375 per saham Jumat kemarin, artinya meroket nyaris 215%.

Dengan akusisi tersebut, bisnis ARTO tentunya akan meluas secara signifikan, sebab Gojek memiliki jutaan pelanggan.

Manajemen Gojek juga menegaskan tujuan utama dari kolaborasi strategis ini adalah menyediakan layanan perbankan digital melalui platform Gojek, sehingga jutaan pelanggan Gojek dapat membuka rekening Bank Jago dan mengelola keuangan lebih mudah lewat aplikasi Gojek.

Sama dengan ARTO, ada e-commerce Shopee, dibalik meroketnya harga saham BNBA. Padahal kabar akusisi tersebut masih sebatas bisik-bisik di pasar.

Jika dilihat dari rasio PBV, saham ARTO tentunya sudah sangat mahal, apalagi secara kinerja masih membukukan kerugian sebesar Rp 130 miliar pada periode Januari-September 2020 lalu.

Lantas, kenapa saham ARTO masih terus menanjak, bahkan mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada Jumat kemarin. Apakah rasio PBV yang biasa digunakan untuk mengukur valuasi bank konvensional sudah tidak seusai digunakan pada bank digital?

Para investor sepertinya menggunakan pendekatan Gross Merchant Value (GMV) dalam menentukan valuasi ARTO. Sebab, ada Gojek di belakangnya yang merupakan starup raksasa Indonesia.

Melansir Investopedia, GMV merupakan akumulasi nilai pembelian dari pengguna melalui situs atau aplikasi dalam periode tertentu. GMV ini digunakan untuk mengukur pertumbunhan bisnis.

Pengamat pasar modal dan Dosen Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (ITB), Erman Sumirat, mengatakan saat ini perhitungan valuasi saham-saham menggunakan teknologi sebagai backbone bisnis banyak divaluasi dengan GMV.

Padahal, menurutnya investor publik yang mau berinvestasi di saham teknologi sebaiknya tidak hanya melihat GMV sebagai patokan, melainkan fundamental keuangan secara lebih mendalam beserta analisis model bisnis yang berkelanjutan.

"Investor publik retail harus melihat prospektus secara mendetail seperti neraca, laporan arus kas, rugi laba walaupun prospek dan pertumbuhan gross merchant value (GMV) dari perusahaan ini sangat besar. Di situ kuncinya," tukas Erman.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kado Investor Baru Bank Harda & Bank Jago, Sahamnya Kena ARA!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular