Kejagung Sulit Temukan Perbuatan Pidana di Kasus BPJS Naker

Market - Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
18 February 2021 15:06
Kebakaran Kejagung (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) Foto: Kebakaran Kejagung (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia- Kejaksaan Agung tengah mendalami dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan, dan sulit menemukan perbuatan yang melawan hukum.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono menerangkan hal tersebut menjadi salah satu alasan belum menjerat satupun tersangka di kasus ini. Saat ini penyidik masih menunggu hasil verifikasi yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengawasi segala transaksi di bursa.

"Bahwa dalam penyidikan BPJS Ketenagakerjaan ini, kerugian (negara) itu ada. Tetapi, apakah ada perbuatan melawan hukum, atau bukan, itu yang tidak gampang," kata Ali dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (18/02/2021).

Dia mengatakan kerugian dalam bisnis bisa saja terjadi, namun hal tersebut tidak selalu mengindikasikan korupsi. Untuk itu Ali menegaskan penyidik tidak akan terburu-buru dalam menetapkan tersangka kasus ini.

Menurutnya jangan sampai kesimpulan penyidik malah berujung bebas pada putusan hakim kelak karena pandangan yang berbeda dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya Kejagung memprediksi kerugian di BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp20 triliun dalam tiga tahun terakhir.

"Nah itu yang kita dalami dan belum ada kesimpulan, masih didalami. Kalau sudah ditemukan pasti diminta ekspose (penetapan tersangka)," katanya.

Sebelumnya Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah mengatakan pihaknya mempertanyakan ihwal kemungkinan risiko bisnis yang terbilang besar. Dia pun mempertanyakan pengelolaan perputaran uang nasabah di BPJS Ketenagakerjaan.

Febrie mengatakan penyidik masih mendalami apakah analisis keuangan yang berujung kerugian perusahaan dilakukan perusahaan tersebut disengaja dilakukan secara sengaja atau tidak.

Terkait unrealized loss yang dipersoalkan oleh buruh dan Kejaksaan Agung, sebenarnya wajar terjadi dalam investasi. Analis dan Pengamat Pasar Modal Reita Farianti mengatakan jika dalam investasi terjadi unrealized loss, maka hal tersebut sangatlah wajar.

"Wajar jika terjadi unrealized loss, volatilitas dalam pasar saham adalah hal yang sangat wajar. Apalagi di saat terjadi pandemi Covid-19. Oleh karena itu, sangat penting untuk berinvestasi pada saham-saham yang memiliki likuiditas tinggi, kapitalisasi pasar besar dan fundamental perusahaan yang baik, sehingga saat pasar saham pulih atau kembali naik, saham-saham dengan kriteria tersebut akan pulih pula seiring atau bahkan dapat lebih baik dari pulihnya pasar saham secara keseluruhan, dalam hal ini indeks IHSG," jelas Reita

Fenomena unrealized loss bukan berarti pasti merugi, tetapi selama belum dilakukan penjualan pada saat rugi (cut loss), unrealized loss dapat pulih seiring pulihnya pasar saham secara umum dan bahkan menjadi gain atau untung. Terutama jika saham yang dimiliki suatu portfolio memiliki kriteria investasi likuiditas, kapitalisasi pasar dan fundamental yang semua baik.

Sejalan dengan pernyataan Reita, unrealized loss BP Jamsostek naik turun tiap bulan, tergantung kondisi market. Misalnya, pada Agustus-September 2020, unrealized loss BP jamostek di angka Rp 43 triliun, lalu turun Rp 22,31 triliun di Desember 2020 dan menjadi Rp 14,42 triliun di Januari 2021.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Benarkah Unrealized Loss BP Jamsostek Masuk Ranah Pidana?


(dob/dob)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading